Rasa Nomor 90
~ Ini curhatan lagi lho. Jadi ndak usah baca karena mboseni (= Menikah, tampaknya menyenangkan dan tentu saja dinanti perempuan berkepala dua kebanyakan. Apalagi yang sudah di atas duapuluhlima-an. Siapa bilang? Kamu nggak bisa ngeklaim gitu dong, ika! Kata sebuah suara misterius dari langit. Okei, mungkin hanya saya saja dehh, perempuan seperti saya yang menanti itu. Tapi di balik menanti itu ada sebuah ketakutan lho. Gimana enggak, hawong saya harus ngeramut (Jawa: ngurusi) atau paling tidak ngopeni anak dan bojo. Lha ngopeni diri saya saja semrawut, apalagi ngopeni yang lain. Begitu kira-kira. Tapi seiring berjalannya waktu, saya akan tumbuh jadi perempuan yang keibuan. Tsaaahh. Embuhlah, ik. Ya gitudeh ya pokoknya. Saya ini, yang masuh duadua ini, sudah ditanya-tanya soal itu. Esusmi? Duadua? Soundswrong ika?! Eng. Jadi sejak 2010 saya mulai membekukan waktu, tsaelaaah. Di facebook, ada info tentang tanggal lahir, dan sejak 2010 saya sudah menghilangkan itu....