Rasa Nomor 78

Dear Mas Beye dan Mas Pulisi,

Saya nggak kenal Mas Beye, pun Mas Pulisi. Tapi malam ini entah kenapa saya mendadak ingin menulis untuk mas-mas berdua. Tentu tidak mudah mengemban tanggungjawab puluhan juta orang. Tentu juga tidak mudah melindungi mereka.

Kalau lagi ramai-ramainya gini, maksudnya lagi ada kerusuhan/konflik/saling salah-salahan, pasti timeline twitter penuh sama nyinyiran orang tentang mas-mas sekalian. Saya sedih, mas-mas dinyinyirin. Sedih bukan berarti saya mendukung mas-mas sekalian dan puas dengan apa yang telah mas-mas lakukan untuk negara ini. Tidak, bukan, bukan itu. Tapi saya mikir aja, apakah dengan nyinyir ada yang akan berubah?

Tentu saja enggak dong. Malah makin panas. Yatapi pasti orang akan bilang, kalau nggak dinyinyirin, mas-mas pasti malah leyeh-leyeh dan merasa semua baik-baik saja, padahal nggak. Nggak blas.

Apakah saya ikut nyinyir? Iya, tentu saja, kadang-kadang. Terbawa suasana dan, HEYAEYALAH, BIAR GAUL KEREN TRENDI DAN FUNKY. Hahhh. Miris.

Satu pertanyaan saya, apa yang bikin mas beye dan mas pulisi berani maju mengusung janji perlindungan dan kebahagiaan rakyat? Karena uang dan kekuasaan? Ah masak sih karena iming-iming itu saja? Saya kok nggak nyampe ya pikirannya, gimana mau punya banyak uang dan hidup mapan kalau hidup dihantui dengan nasib perut orang banyak. Belum selesai perut, ada lagi urusan perasaan yang sensitipnya minta ampun.

Saya cuma bisa geleng-geleng dan nulis ini. Setelah selesai baca beberapa twit dan mendengar hujatan teman-teman sepertwitteran. Mendadak saya jadi prihatin–meminjam template mas beye--. Semoga mas-mas ini cepet muvon.

Saya tahu, tapi nggak benar-benar paham gimana sulitnya mengemban amanah orang se-Indonesia. Tapi bagaimanapun juga mas, tanggungjawab dan janjimu harus kamu tuntaskan. Semuanya harus rampung tho. Rakyat, nggak mau tahu kamu jungkir balik atau ditekan sana sini. Rakyat nggak mau tahu kamu kecapekan atau pas istirahat atau plesir atau ngomong santai sedikit saja dibilang ndak serius ngopeni rakyat. Rakyat ndak mau tahu itu.

Saya, sama seperti yang lain yang saya hujat, cuma bisa menghujat balik. Saya nggak ngerti gimana ini nantinya negara kita. Tapi masih banyak nih, hamdallah dan puji Tuhan seliweran. Masih ada saja yang punya harapan untuk meremajakan negara kita. Menjadi tua memang menyebalkan, bertambah tanggungjawab itu melelahkan. Tapi nyata, Indonesia nambah lagi umurnya, 67.

Saya, kalau lagi sedih-sedihnya lihat masalah-masalah yang nggak kelar-kelar *cieelahhh, macem bener aja* lalu ditambah lalu lintas komeng-komeng nyinyir kebanyakan orang, termasuk saya sendiri, mendadak jadi senyum lagi kalau inget kalimatnya Mas Goen:

Tiap pagi adalah pergulatan untuk bisa berkata, percayalah, Indonesia akan baik-baik saja akhirnya. ~GM

Mendadak jadi senyum lagi kalau denger petikan gitarnya Jubing. Dan mendadak jadi senyum lagi, karena saya dilahirkan di negara yang kaya, kaya problem ini. Hihi. Saya, pasti akan selalu nyinyir dan nggak berhenti menyalahkan orang lain. Karena lagi-lagi, saya nggak ada di posisi orang yang saya caci maki itu, jahat ya? Iya, dari dulu saya memang jahat. Tapi tenang saja, bagaimanapun juga saya bela ini tanah dan air tempat saya ngapa-ngapain. Ingatkan saja saya kalau sampai saya kelupaan membela. Hehe. Sekians.



~27 Agustus 2012, UK


*Tulisan ini dibuat pas lagi galau nggak jelas, pas banyak-banyaknya kerusuhan, mulai dari penyerangan pos polisi, konflik Syiah di Sampang, pengeboman lalu rangkaian kejutan yang tak kunjung kelar dan terselesaikan


Komentar

  1. kok blog kamu jadi Oh! judulnya? i like the old one.. Cantik dan gantheng :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. karena header blog yang tidak memungkinkan jika judulnya panjang. maka dengan amat menyesal, saya harus menggantinya dengan dua huruf saja :|

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proyek Teng-Tong Family!

What is The Most Important Question Human Being Must Answer

MUTEB.