Rasa Nomor 98
Memiliki sesuatu yang tak mungkin dimiliki, itu, kadang-kadang menjadi lebih menarik. Seorang kawan pernah bilang, terkadang sesuatu--apapun itu--milik orang lain, yang sulit digapai, akan terlihat lebih agung, lebih akbar. Mungkin suara lain dalam televisi atau kicauan twitter akan berkata, itu karena diri yang tak bisa bersyukur. Itu soal lain sih menurutku, dan aku sedang tak membahas itu. Berharap memiliki apa yang dimiliki orang lain itu satu hal. Sedang bersyukur adalah hal lainnya.
***
Melihat dan mengagumi dengan jarak. Dekat sekali memang tapi mustahil memiliki, karena biar dekat tapi sudah berlabel. Jika barang, sudah terbeli, ada pemiliknya. Terkadang, melihat milik orang lain dan mencoba memiliki kepunyaan orang lain itu terasa lebih menyenangkan.
Malam itu, di depanku sedang duduk lelaki milik perempuan lain di sebuah kota. Perempuan itu tak pernah tahu--atau mungkin belum tahu--lelaki di depanku ini sedang bicara bahwa jantungnya tak lagi berdebar saat bersama perempuannya. Laba-laba tak lagi membikin geli perutnya. Lelaki itu bilang,
"Nggak ada lagi lebah yang tiba-tiba menyengat. Aku ngejalanin ya biasa saja, bahkan kadang pengen begitu saja cepat melewatkannya ......."
Kami berdua, ngobrol, makan atau cuma ngopi kadang. Kami membicarakan apa saja yang lintas di kepala, sedang perempuannya, mungkin saja sedang menidurkan buah hati mereka. Buah hati yang didapat dari janji yang mereka rapal berdua, lewat sebuah prosesi sakral, upacara yang seringkali melelahkan dan menelan banyak piti.
Malam ini, tanpa janji yang konon suci itu, tanpa jabat tangan panjang dan persiapan yang memakan usia, aku menghabiskan banyak waktu dengannya, melewatkan hampir tiap malam bersamanya. Memang tidak akan selamanya. Tapi ini bukan tentang menikmati janji yang diobral sehidup semati. Tapi malam ini, kami jelas berbagi. Bukan hanya itu hakikat mencintai?
Utan Kayu, 2012
Baguus iniii.. Aku sukak! ♥
BalasHapus