Rasa Nomor 100
Gusti,
apa memang hidup itu perlu dikotak-kotakkkan? Yang baik mana yang buruk mana,
yang beruntung mana dan yang nggak beruntung mana? Lalu buat apa? Buat surga dan
neraka? Selain itu buat apa lagi, Gus? Saya perlu penjelasan yang baik itu yang
seperti apa dan yang buruk itu yang bagaimana? Karena setiap yang hidup di bumi
ini punya versinya sendiri-sendiri.
Tapi
kalau saya nggak suka sama kotak-kotakkan itu, boleh kan, Gus?
Kotak-kotakkan
itu bikin dada saya sesak. Seperti ada yang tertahan, bahkan kadang-kadang
seperti ada yang tercabut tiba-tiba padahal sudah tertanam lama. Sakit, Gus.
Saya
jadi kepikiran, kalau kita cuma dianjurkan temenan sama orang-orang yang baik,
yang membawa kita menjadi lebih baik, menyuguhkan kebenaran (dengan versinya). Lalu yang buruk dan jahat seperti saya ini
siapa dong temennya?
Begini,
Gus, mungkin saya GR, mungkin saja enggak. Tapi saya sedang merasa tidak
dikonconi karena saya saya dikhawatirkan memperburuk. Dan akalu saya boleh
berprasangka, saya dikotakkan menjadi yang buruk itu. Ini penyakit sih,
prasangka adalah penyakit. Ah, yasudahlah.
Tapi
untung kamu menciptakan sunyi, Gus. Cuma kesunyian yang mau menerima saya tanpa
meski. Memang kamu paling ngerti bagaimana membuat semesta ini seimbang. Terima
kasih, Gus.
Katapang,
13 April 2013
Hmmm..
BalasHapushekhek, yak, knapa mbok? :b
BalasHapus