Rasa Nomor 121
Ini hari, saya memulai terapi (terapi bukan ya ini
namanya?), eng.. untuk memperbaiki siklus tidur saya yang belakangan makin
kacau. Apalagi semenjak jadwal memburuh saya dirotasi dari pagi ke siang hari.
Akibatnya saya jadi terbiasa tidur pagi, sekitar pukul 5, 6 atau 7 pagi baru
bisa tidur. Bahkan pernah saya kebingungan lantaran sampai pukul 9 masih melek
alias tak bisa merem. Kenapa bingung? Karena kan kalau tak tidur, bisa-bisa
saya lemah-letih-lesu pas jam memburuh—pukul 14. Akhirnya waktu itu, biar bisa
bobok saya baca buku tapi tetap tak mengantuk, lalu gonta ganti posisi tidur, e
tak tahu tiba-tiba saja saya tertidur dan bangun lagi sekitar pukul 12.
Syukurlah ya.
Nah, karena kekacauan siklus tidur, saya jadi kehilangan
pagi. Karena pagi hari sibuk mengurusi bagaimana cara tidur atau kalau nggak ya
sudah molor. Tak cuma itu, akhirnya saya juga susah lari. Lari dari kenyataan.
Yak, bukanlah. Lari pagi maksudnya. Terus, jadi nggak bisa dengerin acara radio
pagi yang ramai-ramai, tidak bisa umbah-umbah, beli nasi uduk, atau main gitar.
Dan macam-macam lah, tak enak pokoknya
mah. Padahal kan sel-sel tubuh saya juga perlu diperbarui. Azzeekk. Sementara
pas waktu-waktu tubuh memperbarui sel (kalau tak salah pukul 23) tubuh saya
masih aktif. Huft.
Jadi ingat, Kundera dalam novelnya pernah bilang:
karakter seseorang ditentukan oleh bagaimana ia menghadapi pagi. Lha sedangkan
saya? Nggak punya pagi, gimana bisa berkarakter? Aku semakin butiran debu ~
Sudah sempat baca-baca beberapa artikel soal mengembalikan
siklus tidur, lalu mencoba beberapa trik agar bangun pagi. Tapi gagal. Sudah
minta juga simbok saya di kampung untuk ikut membangunkan, sampai 18
panggilan-tak-terjawab pun saya masih tak bangun. Alarm berkali-kali juga tak
mempan. Gila saya lama-lama. Gila Johan, enggak lah :b
Itu sebab, akhirnya saya mengikuti saran mas-mas senior
di tempat memburuh. Ternyata, kami punya masalah—jika boleh disebut
masalah—yang sama. Ia juga punya siklus yang kurang lebih seperti apa yang saya
alami. Lalu, lewat percakapan dini hari, solusi soal siklus tidur saya yang
kacau itu meluncur dari ketikan chat-nya.
Memang sih, solusinya bisa jadi tak cocok untuk saya. Tapi kan saya nggak tahu
tho sebelum mencoba. Maka saya coba dulu. Mulainya sebetulnya kemarin, tapi
gagal. Karena saya ketiduran. Hahaha. #fail
Jadi Mas itu bilang, saya harus cari satu hari untuk
membalikkan siklus. Yak, diawali dengan tidak tidur di hari itu.
Misal, saya mulai aksi ini pada Jumat (artinya hari ini), maka Jumat saya tak
tidur terus sampai Sabtu, setidaknya 36 jam itu tidak tidur sama sekali. Nah,
kata dia, biasanya di hari selanjutnya (Sabtu) pukul 19 mata akan lebih lekas
ngantuk, maka cepatlah tidur. Dan taraaaaa. Esoknya lagi (Minggu) akan bangun
di pagi hari yang cerahhhh. Begitulah, siklus berikutnya akan mengikuti. Tapi setelahnya, jam tidur juga harus dijaga. Tak boleh kemalaman, karena akan
merusak siklus. Begitu sih yang dia terapkan dan berhasil. Saya tengah mencoba
dan belum tahu berhasil tidaknya.
Nah. Apakah Minggu besok saya akan bangun pagi? Hmmmm.
UK, 05 Desember 2014
Komentar
Posting Komentar