Rasa Nomor 124
kamboja, captured by me Hari hampir subuh, saya belum juga tidur ketika menemukan potongan kisahmu tepat saat kantuk mengajak berangkat. Mata pun kembali terjaga, batu di gelas tlah mencair, kemudian saya membakar daun yang tersisa. Mendapati kau lagi di tengah tumpukan tenggat yang belum juga rampung adalah hal yang menyebalkan. Apalagi kau tak hadir sendirian. Jauh sebelum ini saya sadar, apa yang pernah saya miliki kelak bisa saja pergi jika tak baik saya merawatnya. Ini berlaku untuk benda-benda kesayangan, atau juga sebuah hubungan. Seperti biasa, karenanya saya selalu menyalahkan segala rutinitas maha brengsek yang melelahkan. Tapi sebenarnya saya paham, kekeliruan ada pada saya yang tak cakap mengatur waktu. Dan ketika saya mengerti, ketika itu pula rupanya saya tlah kehilangan. Saat itu juga, ada yang tertahan di pangkal tenggorokan. Biasanya diikuti air yang melewati pipi, kadang ia juga menyusuri pinggiran hidung. Hari hampir subuh, Yansanjaya--musis...