Merasa Bersalah


Saya mengenal beberapa orang, tidak dekat memang. Tapi cukup kenal dan, kami saling tahu. Saya ingin peduli dan membantu mereka, semua. Tak terkecuali. Tapi ternyata daya dan kuasa yang saya punya tak mencukupi. Dan seorang kawan pernah mengingatkan setengah berseloroh, bahwa kita--atau saya--bukanlah resi ataupun nabi.

Di saat seperti itu--tak bisa membantu dan seperti tak bisa melakukan apa-apa--rasa bersalah mampir lalu menetap. Beberapa orang yang saya kenal itu mungkin tak memahami ketakberdayaan dan jangkauan kuasa saya. Sehingga sebagian menuntut lebih, sebagian lain mungkin tak peduli.

Apapun itu, saya berpikir tak perlu menjelaskan ketakberdayaan saya juga di tengah semesta raya ini.

Seorang mbak-mbak senior pernah bilang ke saya, ngapain kamu mikirin orang-orang itu. Menurut dia, sebenarnya orang-orang itu pun tak benar-benar mengharapkan saya. Kata dia, biarkan saja yang begitu itu.

Saya menjawab pernyataan mbak-mbak itu dengan: o iya ya. Meski sebetulnya saya tak setuju, hanya tak mau berpanjang-panjang saja. Selain malas, juga pastinya akan buang-buang waktu.

Bagi saya, ketakpedulian mereka terhadap keberadaan dan apa yang bisa saya lakukan itu satu hal sih. Sementara usaha untuk bisa melakukan sesuatu karena saya mengetahui ada yang tidak beres itu hal lainnya. Yang, ya yang tetap ingin saya usahakan. Seberapa pun berat itu.

Tapi paitnya, kalau saya nggak mampu, ya itu tadi jadinya, muncul perasaan bersalah berhari-hari. Kepikiran berhari-hari.

Cuma ya biasanya demi meredam hati yang gusar saya bilang ke diri saya sendiri, paling nggak saya sudah mencoba mengusahakan sekalipun gagal. Daripada nggak melakukan apa-apa tapi ujung-ujungnya menyesal. Saya sering sekali begini. Sering. Kebanyakan kafein, nikotin sama micin apa gimana ya ini? Yasebagai manusia saya terima dulu saja semuanya. He he he.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proyek Teng-Tong Family!

What is The Most Important Question Human Being Must Answer

MUTEB.