Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2012

Novi Zulfianita

Novi Zulvianita – Sekeras apapun saya mencoba menghilangkan bayang-bayang Mahmud dari Nita, sekeras itu pula Mahmud akan selalu muncul menghantui. -___- Jadi yang terpikir pertama kali saat mau menulis tentang Nita adalah Mahmud. Padahal saya ingin yang lebih mengharubirukan ingatan. Tapi gagal. Layaknya sepasang kekasih, Nita dan Mahmud banyak menghabiskan waktu berdua (yang saya tahu lho). Karena ke mana-mana boncengan setelah itu saling tunggu, mamam juga berdua, apalagi pas tingkat akhir, sampai wisuda saja barengan. Uhhhhh. Wiwiittt. Hihi. Nah jadilah yang ada di otak saya itu ketika mikirin Nita itu gandengannya adalah kepikiran Mahmud juga. Yang melekat pada Nita selain Mahmud adalah kalimat mutiara di akhir tugasnya sebagai moderator diskusi kelas. Nita punya simpanan banyak kalimat, mungkin dia beli bukunya, mungkin dia mencatat atau mungkin dapat sms kata-kata mutiara setiap hari. Atau mungkin juga hidup yang membuat kalimat-kalimat itu bermunculan di akhir penutup ...

Jibril Susanto

Jibril Susanto – Sekarang Jibril sudah berkeluarga dan memiliki kebun serta pembibitan. Saya belum liat secara langsung bagaimana luas kebun dan pembibitannya, tapi yang jelas, saya sudah mencicipi pepaya hasil panen kebunnya. Menyenangkan memiliki tanah yang diolah dan dipetik hasilnya di kemudian hari. Sebulan terakhir ini, saya membaca status Jibril di jejaring sosial soal ketelatan yang membahagiakan. Hihi. Itu mungkin artinya istrinya mendapat tanda-tanda akan hamil. Tentu saja itu membahagiakan. Tapi saya belum tanya lagi bagaimana kepastian kabar itu. Rasanya waktu cepat sekali diseret peristiwa-peristiwa. Seperti baru kemarin saya dan Jibril menggarap tanah untuk praktikum dasar-dasar agronomi. Atau masih bersamanya, mengerjakan list tanaman untuk mata kuliah Tanaman Lanskap, dengan Presty juga yang mana Presty cepat dan sigap sekali menyikat semua tugas kelompok hingga kami berdua hanya tinggal leha-leha kemudian merasa bersalah yang tak berujung. Menyesal tidak siga...

Raja Ronal Armis

Raja Ronald Armis – Riau. Setidaknya ada tiga orang yang saya ingat ketika nama Riau disebut: Tya, teman akrab saya sedari di asrama hingga kini ; Ronald, teman jurusan saya yang akan saya ceritakan ; dan Dholi, adik tingkat saya yang juga adik tingkat Tya. Setelah melewati 2012, ada lagi yang saya ingat tentang Riau, empat wanita yang saya kenal merantau ke sana: Ipung, Manceu, Yumi dan Iin. Yang paling saya ingat tentang Ronald adalah ketika mata kuliah Teori Desain Lanskap, yang saat itu dibawahi oleh Ibu Maritje. Waktu itu kami diberi tugas mendesain, dan Ronald, membuat desain lapangan sepakbola. Saya tak begitu ingat apa yang dia usulkan dalam desain tersebut. Namun di antara 59 lainnya yang berlomba untuk membuat desain yang rumit dan berbeda dari lainnya—untuk (mungkin) menuai pujian dosen—Ronald memilih membuat lapangan Sepakbola. Entah apa alasannya. Belakangan, saya ketahui bahwa merencanakan lapangan sepakbola itu memang tak mudah, butuh perencanaan drainase dan p...

Nining Irianti

Nining Irianti – Saya tak dekat mengenalnya, seingat saya pun, ia jarang jalan dengan beberapa teman atau satu teman. Mungkin belum ada yang sangat cocok menurutnya. Tapi beruntung teman saya ini pribadi yang percaya diri, tak ada yang membuat ia berhenti melakukan apa yang ingin dia lakukan hanya karena "pandangan dan kernyit kening" orang lain. Dia cerita cukup banyak ketika pernah suatu kali permasalahan menimpa dirinya. Dan saya, sedikit banyak menerka-nerka, kemudian mencari jawab dengan bertanya lagi padanya, sedikit menyelidik mungkin. Ya. Setiap orang memiliki permasalahan, setiap orang memiliki cara menyelesaikan dan tak bijak rasanya jika kita memakaikan sepatu kita untuk dikenakan orang lain, karena belum tentu pas bukan? Saya suka dengan kalimat yang menurut Kaka--teman saya yang lain--adalah salah satu ajaran agamanya, yang dalam keseharian harus diterapkan: sebagaimana yesus memanggul salibnya melewati Via Dolorosa menuju Golgota, masing-masing orang m...