Nining Irianti


Nining Irianti – Saya tak dekat mengenalnya, seingat saya pun, ia jarang jalan dengan beberapa teman atau satu teman. Mungkin belum ada yang sangat cocok menurutnya. Tapi beruntung teman saya ini pribadi yang percaya diri, tak ada yang membuat ia berhenti melakukan apa yang ingin dia lakukan hanya karena "pandangan dan kernyit kening" orang lain.

Dia cerita cukup banyak ketika pernah suatu kali permasalahan menimpa dirinya. Dan saya, sedikit banyak menerka-nerka, kemudian mencari jawab dengan bertanya lagi padanya, sedikit menyelidik mungkin. Ya. Setiap orang memiliki permasalahan, setiap orang memiliki cara menyelesaikan dan tak bijak rasanya jika kita memakaikan sepatu kita untuk dikenakan orang lain, karena belum tentu pas bukan?

Saya suka dengan kalimat yang menurut Kaka--teman saya yang lain--adalah salah satu ajaran agamanya, yang dalam keseharian harus diterapkan: sebagaimana yesus memanggul salibnya melewati Via Dolorosa menuju Golgota, masing-masing orang memiliki “salib” yang tidak kelihatan, yang harus ditanggung sendirian.

Saya ingat betul, ketika Nining menghadapi awal hidup yang getir menurutnya dan orang-orang di sekitarnya. Saat itu banyak yang menduga-duga di belakang, termasuk saya. Dan bersamaan dengan dugaan itu, yang ada di otak saya adalah Nining perempuan yang kuat. Bagaimana bisa seorang perempuan tidak menceritakan apa yang menjadi keresahannya kepada orang lain, bagaimana bisa selama itu ia memendam kegusarannya sendirian kalau ia bukan seorang yang kuat? Dia berani menanggung apa yang ia perbuat, berjalan tegak dengan risiko yang akan ia terima.

Tapi konon, Tuhan memberi kekuatan yang lebih kepada perempuan-perempuan ciptaannya. Tuhan selalu memiliki cara untuk menguatkan kami, dengan air mata, dengan pelukan atau dengan kelembutan hati.

Terakhir Nining menghubungi saya pada pertengahan Mei, lewat telepon, terjadi percakapan singkat, sekira 15 sampai 20 menitan. Percakapan tentang pekerjaannya, ia bercerita tentang dirinya yang kini sudah ada di Pulau Jawa. Sebelumnya, ia pernah merantau ke Kalimantan atau Sumatera, saya lupa. Sekarang dia sudah memiliki anak. Ketika saya tanya kabar buah hatinya, ia bilang: ikut ibukku di Klaten. Sedang ia, bekerja.

Semoga anaknya diwarisi keberanian miliknya, keberanian memikul beban sendirian. Ia tahu bahwa ia hidup di dunia ini dengan manusia lain, ia harus berbagi. Tapi mungkin satu yang ia pegang, apapun yang telah dan pernah ia lakukan akan ia tanggung sendirian.

Komentar

  1. Siapa ini?
    Nama saya Nining Irianti, dan cerita pada paragraf awal anda sangat mirip dengan saya

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proyek Teng-Tong Family!

What is The Most Important Question Human Being Must Answer

MUTEB.