Rasa Nomer 113
Catatan Oktober, saya belum pernah
hamil.
Usia saya 25 dan saya belum pernah
hamil.
Saya belum pernah hamil, mungkin
kelak, ketika sudah ada lelaki yang membuahi saya dan tuhan percaya
saya bisa menjadi ibu maka saya akan hamil.
Di sekitar saya,
perempuan-perempuan yang dekat secara jasmani ataupun
rohani—maksudnya teman memburuh dan teman karib—kebetulan sedang
pada hamil. Saya tak pernah baca riset tentang bulan-bulan apa saja
yang mengindikasi banyaknya perempuan hamil. Tapi yang jelas, Oktober
ini, di dekat saya, usia kandungannya sudah pada tua. Saya tak bilang
mereka siap menjadi ibu sih, karena toh nyatanya kesiapan bukan kita
yang bisa mengukur. Tapi konon, tuhan. Karena ketika kita lahir pun,
tak ditanya terlebih dulu, maukah kita dilahirkan atau mau dengan
siapa nanti kamu hidup? Tidak kan? Atau di dunia yang pra itu
kita—manusia—sudah ditanya tapi tak sadar saja? Entahlah.
Tapi ya, melihat perempuan yang
menggembol manusia lain di rahimnya itu wow banget. Berat gilak
agaknya. Mau pipis dan eek saja kayaknya susah banget itu kalau sudah
usia tua.
Intinya sih saya cuma mau bilang,
berada di dekat perempuan hamil itu menimbulkan sensasi ketar ketir.
Bagi saya personal lho. Saya ingin melindungi, karena takut kalau
tiba-tiba itu mbrojol gitu. Yaampun, saya itu ya, pas jalan sama
teman saya yang hamil di tengah rimis hujan, deg-degan aja itu
rasanya hati, kek kalok ketemu gebetan gitu deh. Plas plas karena
takut sang calon ibu itu kepleset. Tak cukup itu, tiap menyebrang pun
saya selalu ingin jadi yang terdepan melindungi teman saya itu
(cieee, sok heroik gituh..). Udah kayak suaminya ajah. Tapi itu
serius.
Barangkali, ini yang membuat saya
selalu ingin di samping, menjaga dan merawat ibu saya. Perjuangannya
sebelum saya lahir, setelah dan kegigihannya merawat saya yang hingga
saat ini masih membujang. Hmm. Tapi pada bapak pun sih, kecintaanku
equal kok sama kecintaan terhadap ibu.
Tapi sekarang saya adalah
sebrengsek-brengseknya anak perempuan kali ya. karena masih ada di
rantau, belum bisa menemani ibu saya di rumah yang sendirian. Makanya
di instagram, bio yang saya tulis adalah pencari jalan pulang.
Eaaaaaak. Udah ah. Sampai jumpaaaaa. Selamat idul adha (=
NB: ketika menulis ini, saya masih
di rantau, di ibukota. Saya tidak pulang, meski waktu itu libur idul
adha, lhawong liburnya cuma sehari apa dua hari gitu. Sedangkan kalau mau pulang, paling nggak saya harus punya tiga hari. Heu.
Di awal2 paragraf ada beberapa kata yang kurang huruf ka
BalasHapusiya Bang... udah diganti :b ma'acyhh.. itu usia juga sblmnya salah.. pas nulis kan aku msh 24 :b
BalasHapus