Rasa Nomor 120
Salah satu yang membikin seorang lelaki dapat dikatakan lebih lemah dari
perempuannya, adalah ketika ia menyangsikan kesetiaan perempuannya tapi di saat
yang sama tak berani diuji kesetiaannya. Sama seperti Rama, yang meminta Sinta
membuktikan kesucian dan kesetiaan dengan membakar diri di atas api kremasi. Jika tak terbakar, itu bukti Sinta tak berdusta.
Saat itu, dengan penuh kesadaran, Sinta terjun ke api yang menyala. Ia selamat. Itu bukti, bahwa Sinta suci juga setia. Namun apa pembuktian itu berlaku sebaliknya?
Jika Sinta telah berani terjun ke api kremasi, dan ia selamat. Maka sementara kita bisa menyimpulkan, Sinta tak mungkin tak suci. Sedangkan Rama? Mungkin saja ia tak suci. Kita sama-sama belum tahu. Sebab kala itu, ia tak ikut menerjunkan diri ke api kremasi, tak ikut membuktikan kesetiaan. Jadi apa merawat kesetiaan hanyalah kewajiban perempuan?
Saat itu, dengan penuh kesadaran, Sinta terjun ke api yang menyala. Ia selamat. Itu bukti, bahwa Sinta suci juga setia. Namun apa pembuktian itu berlaku sebaliknya?
Jika Sinta telah berani terjun ke api kremasi, dan ia selamat. Maka sementara kita bisa menyimpulkan, Sinta tak mungkin tak suci. Sedangkan Rama? Mungkin saja ia tak suci. Kita sama-sama belum tahu. Sebab kala itu, ia tak ikut menerjunkan diri ke api kremasi, tak ikut membuktikan kesetiaan. Jadi apa merawat kesetiaan hanyalah kewajiban perempuan?
Jika sudah begitu, kita--atau saya--masihkah bisa mengatakan bahwa Rama benar mencintai Sinta? Rama
yang cemburu, menempatkan Sinta bukan sebagai perempuan yang dikasihi,
melainkan terdakwa yang harus membuktikan kesetiaannya. Menurut saya, Sinta
boleh saja tak kembali ke samping Rama. Toh tak ada yang mengharuskan sepasang
kekasih harus selalu happy ending.
Kalau demikian, apakah sebenarnya makna cinta di antara sepasang kekasih? Benarkah
apa yang diyakini Joe—tokoh perempuan dalam film Nymphomaniac—bahwa cinta
sebetulnya tak lebih dari sekedar nafsu yang ditambah dengan cemburu. Itu
sebab, di tengah kecanduannya akan seks, Joe memilih untuk tidak jatuh cinta,
menghindari jatuh cinta.
Tapi yang harus saya ingat, Rama dan Shinta, seperti halnya Joe, mereka
berdiri pada narasi yang ditulis Valmiki, juga Lars von Trier. Sedang saya,
berdiri pada realita. Kehidupan nyata selalu jauh lebih menarik ketimbang apa
yang bisa kita karang, tho. Begitu?
UK, 16 November 2014
Realitanya, mungkin lebih menarik, karena kita sebagai pemain, bukan penikmat. Menerka-nerka sendirian. Kadang malah lebih ke 'mengesalkan' dibanding 'menarik'.
BalasHapusApakah saya curhat Nurika? haha
kamu lagi menerka siapa sih kak? lanjut japri aja ya.. ;b
Hapustak ada yang mengharuskan sepasang kekasih harus selalu happy ending.
BalasHapustapi aku suka yang happy ending.
eh, maap ga nyambung sama postnya. Mungkin cuma pingin curhat (terselubung)