Kejengkelan yang Tak Penting-Penting Amat
Sejak dulu, saya kerap jengkel dengan orang yang manja dan rewel. Sedikit sedikit ah uh ah uh. Ingat, suatu malam pada tahun entah saya terlibat perjalanan menonton konser dengan kawan saya, kebetulan perempuan.
Sepanjang perjalanan ia mengeluh soal jalan kaki, berkeringat, tak mau naik kendaraan umum, dan seterusnya dan sebagainya. Tapi saya tetap menghormatinya, dengan menuruti kemauannya. Sebab, malam itu ia pergi bersama saya maka harusnya saya paham bahwa tanggung jawab menemani juga menjaganya sudah di pundak.
Meski menghormati pilihannya, bukan berarti saya tak sebal. Saya, tetap jengkel dengan tabiat macam itu.
Malam ini saya kembali dipertemukan dengan yang macam begitu. Tapi kemudian saya mencoba memunculkan pemakluman, tak semua hal di atas bumi dan di bawah langit bisa sesuai dengan kehendak saya bla bla bla atau, idealnya menurut saya la la la. Toh, boleh jadi laku semacam tadi di atas muncul karena sejarah buruk di kehidupannya.
Walaupun nggak suka, saya mencoba memasang raut biasa saja, meski kerap gagal.
Pesan yang saya ingat, barangkali perilaku buruk seseorang terhadap kita karena sebelumnya ia tertimpa rentetan kejadian yang tak kalah runyam atau pait atau pelik. Jadi, tetaplah bersikap baik. Jangan menambah buruk hari seseorang karena sikap kita. Yameski, masing-masing kita menanggung juga mengalami hal-hal berat.
Bersikap memaklumi boleh, tapi lain lagi kalau yang coba dimengerti itu tak tahu diri. Ajak gelut wae!
Memang semesta dan isinya barangkali sudah semestinya begitu. Dan, yang perlu saya lakukan hanyalah menerima yang demikian sebagai bagian dari apa-apa yang ada. Bye.
Sepanjang perjalanan ia mengeluh soal jalan kaki, berkeringat, tak mau naik kendaraan umum, dan seterusnya dan sebagainya. Tapi saya tetap menghormatinya, dengan menuruti kemauannya. Sebab, malam itu ia pergi bersama saya maka harusnya saya paham bahwa tanggung jawab menemani juga menjaganya sudah di pundak.
Meski menghormati pilihannya, bukan berarti saya tak sebal. Saya, tetap jengkel dengan tabiat macam itu.
Malam ini saya kembali dipertemukan dengan yang macam begitu. Tapi kemudian saya mencoba memunculkan pemakluman, tak semua hal di atas bumi dan di bawah langit bisa sesuai dengan kehendak saya bla bla bla atau, idealnya menurut saya la la la. Toh, boleh jadi laku semacam tadi di atas muncul karena sejarah buruk di kehidupannya.
Walaupun nggak suka, saya mencoba memasang raut biasa saja, meski kerap gagal.
Pesan yang saya ingat, barangkali perilaku buruk seseorang terhadap kita karena sebelumnya ia tertimpa rentetan kejadian yang tak kalah runyam atau pait atau pelik. Jadi, tetaplah bersikap baik. Jangan menambah buruk hari seseorang karena sikap kita. Yameski, masing-masing kita menanggung juga mengalami hal-hal berat.
Bersikap memaklumi boleh, tapi lain lagi kalau yang coba dimengerti itu tak tahu diri. Ajak gelut wae!
Memang semesta dan isinya barangkali sudah semestinya begitu. Dan, yang perlu saya lakukan hanyalah menerima yang demikian sebagai bagian dari apa-apa yang ada. Bye.
Komentar
Posting Komentar