Tidur dan Ngobrol
Dua hari ini adalah waktu terlama saya tidur. Apakah bisa dibilang hibernasi ya? Karena sepertinya saya tidur lebih dari 12 jam.
Rasa-rasanya ini tidur terlama selama tinggal di ibukota. Antara kelelahan dan malas, yang jelas, bangun-bangun saya pusing. Lalu niat mencuci baju berakhir dengan membawanya ke laundry, karena sejam setengah lagi--terhitung sejak saya bangun tidur--saya mesti menepati janji dengan seorang kawan.
Seperti halnya janji-janji saya ke kawan lain, saya menodainya dengan keterlambatan. Hehehe. Tapi seenggaknya tak sebagaimana janji sebelumnya yang mesti molor sedikitnya tiga jam. Ini kali saya telat 21 menit. Meski begitu tetap saja, pas sampai di lokasi kami berjanji, sang kawan sudah tidak di tempat. Ha ha ha.
Kami berjanji bertemu di pusat Jakarta. Saya tak punya ekspektasi apa-apa dari pertemuan itu, hanya ingin ngobrol dan berbagi cerita setelah nyaris dua-tiga tahunan tak bertemu.
Rupanya betul kata pepatah lama, kita tak perlu berekspektasi dalam hidup, ya. Setelah bertemu dan bicara omong kosong dengan kawan lama, saya merasa lebih tenang. Juga tentu, lebih senang.
Sebelum ia kembali ke kotanya, saya menawarkan untuk mengantar ke tempat persinggahan menunggu kendaraan. Kami berjalan kaki malam itu, meski jaraknya lumayan jauh berkilo-kilo, meski gerimis, meski sebetulnya kami bisa naik taksi atau ojek online. Semata buat mengakali waktu ngobrol sepanjang menyusur pedestrian ibukota.
Kawan saya banyak berubah. Jernih pikir, jauh lebih cakap mengelola amarah, sudah bisa meninggali saya nasihat, dan boleh lah saya bilang ia cukup bijak. Dan, sekarang suka jalan kaki. Kata dia, negara tenpatnya tinggal kini punya akses yang lumayan ramah buat pejalan kaki, sudah teratur pula. Ya maklum sih, mungkin karena juga luasan yang lebih kecil dibanding Jakarta.
Perjumpaan yang singkat.
Selain tidur, ngobrol dengan orang yang tepat bisa membantu kita--atau setidaknya saya--melewati hari-hari yang berat. Tak lantas mengubah hari yang dilalui jadi ringan sih. Masalah tetap ada, tapi hari atau apa-apa yang sebelumnya terasa berat jadi punya selingan warna yang menyenangkan. Yaaa atau, seenggaknya nggak menjengkelkan. Hehe.
Rasa-rasanya ini tidur terlama selama tinggal di ibukota. Antara kelelahan dan malas, yang jelas, bangun-bangun saya pusing. Lalu niat mencuci baju berakhir dengan membawanya ke laundry, karena sejam setengah lagi--terhitung sejak saya bangun tidur--saya mesti menepati janji dengan seorang kawan.
Seperti halnya janji-janji saya ke kawan lain, saya menodainya dengan keterlambatan. Hehehe. Tapi seenggaknya tak sebagaimana janji sebelumnya yang mesti molor sedikitnya tiga jam. Ini kali saya telat 21 menit. Meski begitu tetap saja, pas sampai di lokasi kami berjanji, sang kawan sudah tidak di tempat. Ha ha ha.
Kami berjanji bertemu di pusat Jakarta. Saya tak punya ekspektasi apa-apa dari pertemuan itu, hanya ingin ngobrol dan berbagi cerita setelah nyaris dua-tiga tahunan tak bertemu.
Rupanya betul kata pepatah lama, kita tak perlu berekspektasi dalam hidup, ya. Setelah bertemu dan bicara omong kosong dengan kawan lama, saya merasa lebih tenang. Juga tentu, lebih senang.
Sebelum ia kembali ke kotanya, saya menawarkan untuk mengantar ke tempat persinggahan menunggu kendaraan. Kami berjalan kaki malam itu, meski jaraknya lumayan jauh berkilo-kilo, meski gerimis, meski sebetulnya kami bisa naik taksi atau ojek online. Semata buat mengakali waktu ngobrol sepanjang menyusur pedestrian ibukota.
Kawan saya banyak berubah. Jernih pikir, jauh lebih cakap mengelola amarah, sudah bisa meninggali saya nasihat, dan boleh lah saya bilang ia cukup bijak. Dan, sekarang suka jalan kaki. Kata dia, negara tenpatnya tinggal kini punya akses yang lumayan ramah buat pejalan kaki, sudah teratur pula. Ya maklum sih, mungkin karena juga luasan yang lebih kecil dibanding Jakarta.
Perjumpaan yang singkat.
Selain tidur, ngobrol dengan orang yang tepat bisa membantu kita--atau setidaknya saya--melewati hari-hari yang berat. Tak lantas mengubah hari yang dilalui jadi ringan sih. Masalah tetap ada, tapi hari atau apa-apa yang sebelumnya terasa berat jadi punya selingan warna yang menyenangkan. Yaaa atau, seenggaknya nggak menjengkelkan. Hehe.
![]() |
Gambar saya ambil saat menunggu, kendaraan yang membawa kawan saya ke kotanya, tiba. |
Bukane kamu dulu pernah janjian sama aku molornya sampai lima jam?
BalasHapushahaha, iyo, sepurrraneeee. Enam atau tujuh jam juga pernah, kacau yak. Maap. Ya makanya di situ, sedikitnya 3 jam.. paling cepet 3 jam.. makanya itu 20 menit rekor. Tapi aku berangsur mengubahnya, terima kasih atas kesempatannyah..
Hapus