Mengamati Juru Kamera


Ia menemui beberapa tamu yang hari itu datang ke peluncuran buku kumpulan fotonya di sebuah kafe. Kakinya berpindah dari satu meja ke meja lainnya. Malam itu ia mengenakan baju jambon, kerahnya agak berantakan—terangkat salah satu sisinya, kancingnya dibuka dua. Kemeja itu ia masukkan ke celana bahan, paduan pastel. Sepatu pantofel gaya vintage ia pilih hari itu. Rambutnya yang tak gondrong tersisir rapi, seperti biasa.


Kalau saja lengan bajunya tak pendek, barangkali sekilas ia sudah tampak seperti manajer sebuah perusahaan, para penawar MLM atau, setidaknya tim marketing lah. Karena lengan panjang membuat tato-tato di lengannya tak kelihatan.

Mata saya tak bisa berhenti mengikuti gerak tubuhnya. Ia menyapa semua tamu, kecuali meja saya. Satu per satu ditemuinya. Sesekali kepalanya dimiringkan, kadang ia juga menunjukkan ekpresi kaget, mengangkat bahunya, lantas menyungging. Tapi ujung-ujung bibirnya itu tak henti membentuk huruf U, malam itu ia begitu sumringah.

Sebelum ini, saya pernah bertemu dengannya tiga tahun lalu, bermula pula dari buku kumpulan fotonya. Saya suka bagaimana ia bercerita lewat cahaya dan gambar yang ditangkapnya. Itu, soal perempuan-perempuan tua.

Salah satu subjek foto dia pernah bercerita, laki-laki itu bukan saja mengumpulkan cerita mereka, melainkan juga 'membuat' cerita. Pernah suatu malam yang bukan waktu mengambil gambar, juru kamera itu datang ke rumah subjek fotonya, bukan untuk memotret melainkan untuk memastikan apakah subjek fotonya itu baik-baik saja. Hari itu Jakarta diguyur hujan, sungai meluap, air di got-got meluap dan, air kemudian mengenangi mana pun. Rumah-rumah banjir. Malam itu, laki-laki juru kamera kuyup, sambil menggendong subjek fotonya, ia membantu mencari pengungsian. Hari-hari setelahnya, menurut subjek foto, laki-laki itu selalu mengunjunginya sebagai seorang cucu.

Pada malam di mana ia mondar-mandir mengenakan kemeja jambon menyambangi meja demi meja, saya ingin sekali menariknya, mengajaknya bicara, dan bertanya banyak hal. Sayangnya, saya bukan salah satu dari murid kelas fotonya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proyek Teng-Tong Family!

What is The Most Important Question Human Being Must Answer

MUTEB.