Rasa Nomer 32

Glamour and luxury (aku sebenernya lupa tema-nya apa, tapi dua kata ini yang nyantol di pikiranku ;p). Aku tidak begitu pandai menterjemahkan tema dari acara ini. Yang aku tahu, untuk para tamu yang ingin datang, sebaiknya membayar lima ribu dan datanglah memakai gaun/jas yang membuatmu terlihat rapi. Suatu kemewahan dan gemerlap dunia itu kadang membuat kita merasa jauh dengan yang lainnya, berjarak. Namun tidak dengan yang ini, kedekatan diantara kami membuat yang mewah dan anggun itu menjadi tidak berjarak lagi. Sebenarnya dari acara ini aku menyadari bahwa, suatu kedekatan itu takkan terpagari oleh kemewahan semata.

Setelah di bab-bab yang terdahulu aku sempat bercerita tentang HPS 40 dan 41, kini tiba saatnya HPS (Hari Pelepasan Sarjana) Arsitektur Lanskap 42. Panitianya, tentu saja kawans ARL 45 dan dengan si-yang punya acara adalah ARL 42. Tentu saja angkatan lain boleh datng dan turut serta meramaikan.

Panitianya hebat, acara berlangsung sangat menyenangkan. Mereka men-treat kita layaknya Don Juan men-treat wanita-wanitanya (Yak, mulai lebaiy ;p). Oiya, tentang tema, sudah aku sebutkan bukan tadi, di paragraf sebelumnya. Ya sejenis mewah, anggun, glamour, elegan, dan kawan-kawannya, begitu kira-kira.

Foto : Suasana ruangan (meja dan kursi) || Audit Thoyib || captured by me

Pertama memasuki ruangan; ada beberapa meja, lengkap dengan kursi dan nomor meja di atasnya, seperti sebuah restoran terkemuka di Indonesia. Ehehe. Telah siap siaga pula pelayan-pelayan yang tampan dan cantik dengan paduan seragam hitam-putih. Mereka pelayan yang tak mau kalah cantik dengan tamu-tamunya, hmm. Para tamu yang datang mengenakan gaun dan jas yang entah berapa harganya. Terlihat sekali sebelumnya telah ada semacam perundingan dan persiapan untuk hadir dalam pesta ini dengan pol.

Ehem. Kalau kostumku sih,, minjem, ehehek. Aku tak punya gaun atau dress, jadi sebelum acara, kira-kira jam 17.00 aku pergi ke kosan Wemby, untuk meminjam apa yang dapat dipinjam dan jadilah suatu entah. Sim salabim, aku memakai dress hitam dengan ikat pinggang cokelat, trimakasih teman-teman. Oiya, aku juga tak punya highheels, jadilah sepatu ibu Manceu aku pakai malam itu. Yak, sakit :~ Malam itu aku sadar betapa nikmatnya sandal jepit yang tiap hari aku pakai. Dan malam itu juga kuketahui, memilih sepatu itu sama dengan memilih suami, pilihlah yang pas dan benar-benar nyaman agar tak terasa sakit ketika kau berjalan.

Nah, inilah salah satu contoh yang dinamakan perundingan dan persiapan ;p

Foto : Ini Dia (foto kiri : aku dan Ipung || foto kanan : aku, Ipung, Chan) || captured by Wemby

Dekor untuk acara malam itu cukup minimalis, kutaksir agar si acara menjadi tampak elegan. Ada lampu 17agustus’an dan semacam box berlampu dengan tulisan promnite 42. Tentu saja sang Auditorium Thoyib malam itu berhasil disulap serupa Restoran kelas atas yang dimiliki sebuah Ibu Kota. Sudah kubilang kan tadi, ada beberapa meja dengan taplak yang glossy2 gimana gitu. Salah satu usaha panitia untuk menciptakan suasana romantis adalah dengan pencahayaan yang redup. Ada beberapa pencahayaan juga untuk penampilan panggung, namun aku tak begitu memperhatikan. Oyaya, ada yang kelupaan, mereka juga bikin undangan yang lucu dan pas dengan temanya (bentuknya itu rok ; untuk undangan cewek dan dasi ; untuk undangan cowok. Kalo nggak salah ni ya). Ah, sayang aku tak punya contohnya :o

Foto : Ini Gambaran Panggungnya kira-kira :)

Acara dikemas dengan format semacam award-awardan yang biasa ada di televisi. Ada beberapa nominator untuk setiap kategori award. Dan Alhamdulillah semua peserta inti (Mahasiswa ARL 42) dapat award, yeiy! Tentu sajalah ada selingan-hiburan dari berbagai angkatan. Untuk yang tahun ini, tidak ada bapak/ibu dosen yang menyanyi, ehehe. Malam itu, ada empat grup band yang tampil, satu paduan suara, satu solo vocal, satu grup dance, pembacaan puisi, dan sudah sepertinya (adakah yang terlupakan? :o).

Oiya, ada juga video-video ARL 42. Disini baru kerasa betapa pentingnya sebuah dokumentasi, baik itu foto, video, ataupun tulisan. Ingatan kita memang hebat dan mampu membekukan segala yang pernah kita lewati, tapi itu hanya untuk kita sendiri. Kita harus angkat topi untuk foto, video, tulisan, dan media dokumentasi lainnya. Mereka juga punya kehebatan menduplikasikan kebahagiaan, tawa, duka lara, atau apapun yang suatu hari kita sebut kenangan dalam kotak warna-warna yang kaya cerita. Dan bahagianya kita bisa menikmati kenangan dengan beramai-ramai. Jadi, jangan lupa mendokumentasikan apapun, ehee :)

Foto : ini cuplikan acaranya (kok fotonya jadi kecil begini -_-a ngga ngerti, maph)

Kembali lagi ke acara. Di tengah-tengah acara, muncul paduan gerak diantara tetamu yang hadir. Iyak. Kami berdansa acak, bersama, dengan sensasi yang bermacam. Kami melakukan semacam dansa itu sewaktu lagu can’t take my eyes off of you dan lagu... emmm.. aku lupa judulnya, pokonya waktu itu yang nyanyi si band “Mereun Five” (ARL 45). Dari dalam ruang pesta; semua yang tidak malu, datang merapat ke tengah arena untuk ikut berdansa joget sekedar hentakkan kaki atau goyangan kepala, yang malu ya hanya lihat saja ;p. Sebelumnya sih sudah ada tiga pasang yang berdansa (Enjoy-Ifi ; Arik-Denden ; Andre-Danur), tapi entah kenapa tidak ada yang ikut serta jua berdansa salsa. Mungkin malu, adalah alasan utama.

Acara puncak (baru kuketahui bahwa ini acara puncak setelah membaca mading himaskap ;p), Time Capsule. Yang entah apa maksutnya ini, sampai sekarang aku masih tak mengerti. Seru sih. Mereka memasukkan semacam harapan yang ditulis dalam kertas ke dalam sesuatu itu, lalu ditanam di samping bengkel (Madinghimaskap, 2011). Untuk kenangan katanya.

Oh, apakah mereka sadar? Dulu, dulu sekali ketika masing-masing dari mereka memutuskan untuk berjarak. Mereka telah menanam kenangan juga. Tapi entah dimana. Yang jelas sekarang masih saja tumbuh subur kurasa. Karena malam itu masing-masing dari mereka seperti tak sadar menyiraminya, di tengah acara promnite itu berlangsung. Ya, mereka beramai-ramai menyirami kenangan agar subur. Astagaaa :)

Gambar : Prosesi Time Capsule (capture by me, maph blur ;p)

Yak cukup, itu saja. Acara selesai, kuputuskan untuk melepas sepatu hak-tinggi yang kupakai. Aih, aku menginjak sesuatu. Ternyata, aku tak sengaja menginjak keakraban, ia sudah menempel kuat dan tak mau lepas. Apakah mereka juga menempel di kaki atau sepatumu? atau coba periksa di kantong celanamu! Bisa saja mereka menempel di kulit kepalamu! Karena kata mereka, mereka berjanji akan mengikuti kemanapun langkah kita, sekalipun nanti kita sudah di wisuda lalu bejarak untuk sementara, mereka masih akan menempel dan tumbuh berakar di hati kita, keakraban dan keriangan yang kelak kita petik buahnya :)

Semoga keakraban dan keriangan selalu tumbuh dan berkembangbiak dalam keluarga Arsitektur Lanskap kita :) *Baby, i love landscape! :D

*Aduh, panjang sekali ini tulisan :O

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proyek Teng-Tong Family!

What is The Most Important Question Human Being Must Answer

MUTEB.