Postingan

Menampilkan postingan dari 2012

Rasa Nomor 95

Ia tahu, hidup harus berkeringat. Kerja keras adalah kuncinya.   -- Tukul Arwana dalam Majalah Tempo Edisi 05-11 Februari 2007--

Rasa Nomor 94

Pertama kali Arsitektur Lanskap di Institut Pertanian Bogor (IPB) berdiri , dipelopori oleh Zain Rachman, Ahmad Surkati dan Saleh Idris. Kami dulu tidak boleh memakai kata Lanskap, karena penggunaan kata lanskap hanya diperbolehkan saat jurusan itu ada di bawah naungan Fakultas T eknik. Sedangkan kami saat itu (dan kini) berada di bawah Fakultas Pertanian. Maka kami diminta menggunakan kata Pertamanan, jadilah jurusan Arsitektur Pertamanan. Pertama kali , jurusan Arsitektur Pertamanan di buka pada 1965, salah satu mahasiswanya adalah Prof esor Suraini Djamal, yang sekarang berada di Universitas Trisakti. Mulai dari awal terbentuk jurusan ini—mungkin dulu disebutnya program studi-- mahasiswanya hanya tiga orang . K emudian menjadi 12 orang, lalu bertambah lagi menjadi 25 - an . Kemudian menjadi 40-an. Dan pada 2005 sudah mencapai 60-an . K emudian , bukan hal yang mengejutkan jika sekarang bertambah lagi menjadi 89 Mahasiswa . Setidaknya dua paragraf di atas yang saya...

Rasa Nomor 93

-- Tulisan ini lagi, adalah curhat. Jika tidak berkenan dengan curhatan, lebih baik ndak usah diteruskan (= Tentang pulang dan menikah. Lagi lagi, Umur saya 24. Setiap pulang kampung, yang ditanya adalah dua. Pertama, kapan saya kembali ke kampung, bekerja di dekat rumah? Yang kedua, kapan kamu menikah, sudah ada calon? Saya sih sudah bebal dengan dua pertanyaan itu. Tapi bebal bukan berarti tidak risih, hehe. Tapi lumrah jika keluarga besar menanyakan itu. Bagaimana tidak, teman-teman SD saya sudah pada menikah, sudah nggendong anak. Belum teman SMP dan SMA yang sedikit demi sedikit merasa sudah siap lalu memutuskan untuk menikah. Tuhan sepertinya memang sengaja menciptakan teman dekat dan sanak famili—seperti bulik, oom, pakdhe, budhe dan lainnya itu—untuk mengemban tugas menanyai dan mengingatkan saya yang lajang ini agar segera mbojo (berpasangan). Ih wa waw. Menikah, bagi saya bukan sekedar melengkapi sunnah rasul atau menjawab pertanyaan anggota keluarga. Menik...

Rasa Nomor 92

Besok tanggal 12 bulan 12 tahun 2012, trus kenapa? Hari ini, di tengah kegiatan saya memburuh bersama teman saya--sebut saja kaka erik dan kaka nanda. Salah satunya tiba-tiba nyeletuk tanya, kalau besok kiamat kita mau ngapain ya enaknya? Kemudian kami diam, saya mikir, teman saya yang lain juga--dugaan saya--mikir. Lalu menyahutlah teman saya yang lain itu, dengan jawaban kepengen clubbing, alasannya dia belum pernah clubbing. Gayung pun bersambut. Teman saya lain yang bertanya itu pun ternyata segendang sepenarian dengan teman saya yang lain (hayoloh, mana ni teman sayanya. bingung ya. Nggapapa, namanya juga manusia.) :b Percakapan itu kemudian diikuti lagi dengan ungkapan: Ah, tapi kalo besok nggak jadi kiamat gimana? uda clubbing. Dan pernyataan pun menggantung sampai di situ. Begitu juga tentunya dengan percakapan. Kami pun melanjutkan memburuh. Saya sih nggak full paham percakapan tadi endingnya mau gimana, hihi. Pokonya kalau besok kiamat--dalam gurauan itu--mereka ...

Rasa Nomor 91

Saya ika, nama lengkap saya Nurika Naulie Faizah. Dari nama mungkin sudah bisa kelihatan bahwa saya muslim, karena bapak saya memberi saya nama yang kearab-araban. Sebetulnya pengantarnya ini nggak ada hubungannya sama isi postingan saya sih. Gejee. Bergaul dengan kawan-kawan yang sama-sama suka seni, akhirnya saya mengenal Taman Ismail Marzuki, Goethe Institute, Galeri Nasional, Salihara dan gedung pertunjukan lainnya. Yang kedua terakhir, Salihara, kebetulan intensitas saya berkunjung ke sana lebih sering. Dan karena itu pula saya dibilang teman saya--sebut saja Adil-sebagai orang liberal. Apakah kamu tahu Jaringan Islam Liberal? Ya, saya digolongkan ke dalam kelompok itu. Padahal ikut kajiannya aja nggak pernah. Yacumak ngevolo Guntur Romli, Ulil pun yang dedengkotnya JIL nggak saya volo. Karena saya nggak suka tuh sama twitnya, ehehe. Sebetulnya tidak jadi masalah sih orang mau bilang saya ini Liberal, sekuler, . Mau bilang saya JIL atau anti-JIL. Toh nggak ada...

Rasa Nomor 90

~ Ini curhatan lagi lho. Jadi ndak usah baca karena mboseni (= Menikah, tampaknya menyenangkan dan tentu saja dinanti perempuan berkepala dua kebanyakan. Apalagi yang sudah di atas duapuluhlima-an. Siapa bilang? Kamu nggak bisa ngeklaim gitu dong, ika! Kata sebuah suara misterius dari langit. Okei, mungkin hanya saya saja dehh, perempuan seperti saya yang menanti itu. Tapi di balik menanti itu ada sebuah ketakutan lho. Gimana enggak, hawong saya harus ngeramut (Jawa: ngurusi) atau paling tidak ngopeni anak dan bojo. Lha ngopeni diri saya saja semrawut, apalagi ngopeni yang lain. Begitu kira-kira. Tapi seiring berjalannya waktu, saya akan tumbuh jadi perempuan yang keibuan. Tsaaahh. Embuhlah, ik. Ya gitudeh ya pokoknya. Saya ini, yang masuh duadua ini, sudah ditanya-tanya soal itu. Esusmi? Duadua? Soundswrong ika?! Eng. Jadi sejak 2010 saya mulai membekukan waktu, tsaelaaah. Di facebook, ada info tentang tanggal lahir, dan sejak 2010 saya sudah menghilangkan itu....

Rasa Nomor 89

Saya, tak pernah bisa menceritakan apa yang saya rasakan dengan bebas kepada orang lain. Saya pikir, dunia terlalu sibuk untuk hanya duduk mendengarkan cerita saya. dan saya, terlalu nganggur untuk tidak mendengarkan orang-orang di sekitar saya. ini tulisan yang super egoooisss dan eng tinggi hati. cihh ~ditulis 16 atau 17 November 2012, UK

Rasa Nomor 88

Kadang-kadang saya merasa tak perlu merencanakan harus menjatuhkan hati kepada siapa, harus meletakkan hati di tempat yang seperti apa dan kapan harus melepaskan rasa. Tapi kadang-kadang tiba-tiba saya diminta berencana. Dan saya bingung. Tapi kebingungan saya hanya sebentar, sebentar yang terus-menerus. Ini artinya bingung berkelanjutan. Hehe. Hanya waktu yang setia menemani saya, karena ia melekat dengan apa-apa yang saya lakukan. Ya mau tak mau, akhirnya ia saja yang menemani. Waktu, melekat pada ruang yang saya tempati. Sedang lelaki itu, hanya memandang saya dari kejauhan kemudian pergi menggandeng perempuan lain. Perempuan dari luar angkasa, yang membuatnya menjadi sempurna. Kemudian saya berkata pada diri saya sendiri, tentang sebuah mantra paling jitu yang tak lekang waktu: makhluk dengan air mata akan selalu baik-baik saja, apapun yang menempanya. Kata per kata, begitu saja saya rangkai. Tanpa sadar, tanpa tahu untuk siapa. Cerita demi cerita saya dengarkan,...