Rasa Nomor 104

Saya, enggak punya waktu buat sedih-sedihan atau mellow-melowan nggak jelas. Saya juga nggak punya banyak waktu untuk memikirkan, berapa duit yang harus saya sisihkan buat jalan-jalan. Lalu kota mana yang akan saya tuju untuk menghilangkan penat padatnya kerjaan.

Saya, hanya punya waktu untuk memikirkan bagaimana hidup saya terus. Bagaimana cara berdiri setelah jatuh. Bagaimana mempuk-puk diri sendiri ketika nelangsa. Dan bagaimana mengusap air mata ketika tiba-tiba menetes tak sengaja.
Namun kadang saya menyempatkan, mencuri sedikit buat hal yang sia-sia. Seperti diam saja, mengamati sosial media, membalasi satu per satu, curhat di ruang 140 karakter, dan banyak hal yang membuat orang lain tahu keadaan saya.

Sebenarnya di balik itu semua, saya hanya pengen cerita, tapi nggak tahu ke siapa. Setiap kali bercerita, atau hendak memulai cerita, yang ada di hadapan saya hanya sepasang mata yang tiba-tiba punya penilaian terhadap saya, terhadap apa yang saya ceritakan. Lalu punya jawaban atas salah benar yang saya lakukan.

Kecemasan datang begitu cepat. Saya kesusahan menceritakan apa yang ingin saya ceritakan.

***

Dua hari ini saya menghabiskan waktu dengan diam saja. Diam memang nggak akan menyelesaikan apa-apa. Begitu juga dengan merenung yang lama-lama. Saya hanya mendapati waktu saya tinggal sedikit dan tiba-tiba jam dinding berjalan cepat sekali. Padahal saya belum menyelesaikan apa-apa. Tapi saya boleh curhat di sini kan, pikiran saya ruwet banget. Hehe. Mungkin kamu boleh bilang ini cuma pelarian saya, tapi itu yang saya rasakan.

Beberapa pekan terakhir ini, banyak hal yang menumpuk dan minta diselesaikan. Lalu beberapa orang datang minta penjelasan. Saya nggak bisa menyelesaikan dan menjelaskan dalam waktu yang bersamaan. Mungkin saya hanya bisa menyelesaikan satu-satu, menyelesaikan satu hal dengan memulai masalah di hal lainnya. Mungkin kerumitan ini hanya bisa saya pahami sendiri. Tapi percayalah, jangan sampai ada yang lain merasakannya juga. Karena sungguh, ini bikin semuanya nggak bisa selesai. Termasuk kerjaan mburuh saya.

Saya percaya, tuhan memberi saya beban, sekaligus pundak untuk memikulnya. tapi sungguh, saya perlu doa atau semacam permohonan langsung kepada tuhan untuk memberi saya pundak yang luar biasa kuatnya. Saya enggak pengen bilang hidup ini keras, tapi barangkali saya membutuhkan usaha yang lebih dibandingkan orang kebanyakan.

Rasa-rasanya menulis ini menjadi seperti ungkapan yang minta dikasihani. Tapi. Yah, sudahlah ya. Sekian curhat saya. Saya punya tanggungan mburuh yang sudah sebulan lebih belum saya rampungkan. Selamat malam,


Ini saya tulis di awal Juni 2013. Saya lupa apa pemicunya, tapi setiap awal bulan, biasanya memang banyak yang minta diselesaikan. Saya jadi gila sendiri. Hehehe.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proyek Teng-Tong Family!

What is The Most Important Question Human Being Must Answer

MUTEB.