Setelah Hampir 2 Jam Percakapan



Saya baru saya ngobrol dengan kawan saya melalui sambungan telepon. Hampir dua jam. Membicarakan banyak hal, sampai-sampai saya lupa.

Tapi satu hal, dia meminta saya menuliskan apapun yang ada di pikir, lantas memaknainya. Saya lalu bertanya, memaknai itu seperti apa?

"Ya nulis aja, terus dimaknai." Ia menjawab dengan pernyataan yang sebetulnya masih tak saya mengerti. Jadi lah, begini saja. Saya menulis apapun yang sedang lintas di otak.

Belakangan, mungkin sekitar dua pekan belakangan saya merasakan pikiran saya berjejal. Tapi tidak tahu itu apa. Biasanya saya pandai mengurai, tapi kali ini tidak. Seperti ada yang tertahan dan, tak ingin saya ketahui. Saya ingin cerita, tapi saat bicara, yang keluar adalah kalimat yang lompat-lompat yang salah-salah justru tak dipahami lawan bicara.

Sering sekali begitu.

Setelah menuliskan, atau hanya mengingat-ingat sesuatu di sela saya minum kopi atau es milo atau es nutrisari atau es apapun juga, tiba-tiba saya menangis. Air mata saya tak kenal tempat, ia bisa menetes di mana saja dan kapan saja. Bahkan di sebuah warung yang ramai pelanggan dan padhang penerangannya.

Kalau sudah begitu, biasanya saya pura-pura menyentuh hidung atau membetulkan letak kacamata yang sebetulnya baik-baik saja.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proyek Teng-Tong Family!

What is The Most Important Question Human Being Must Answer

MUTEB.