Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2011

Rasa Nomer 39

Nitip tulisan ah....dipublish monggo...ga dipublish juga ga pa2 ;p Hallowww para pembaca setia blog ini. Selamat bersua dengan saya. Saya nebeng bikin tulisan karena saya ngga punya blog. Hehehe...dan saya ngebajak nulis di leptop saudari Nurika di perpus pusat kampus yang namanya LSI* Tepatnya saya menulis di ruangan khusus koleksi tesis dan disertasi. Ruangan paporit (logat sunda) saya karena tempatnya cozy, adem, hening, sunyi, senyap, tenang. Apalagi di bagian paling pojok, di balik rak-rak disertasi bersampul hitam. Efek tata cahaya dan akustik yang dihasilkan nampol buat bikin saya sukses bersemedi hingga bermimpi dengan nyenyak. Hanya saja (istilah diksi yang sering dipakai temen saya yang bernama dedi kapanpun di manapun) hari ini ruang tesis ini tidak sesunyi biasanya. Mungkin semakin banyak orang yang berpikir seperti saya, merasa nyaman berada di ruangan ini. Dan hasilnya, berbondong-bondonglah mahasiswa-mahasiswi S1, S2, dan S3 berkumpul di tempat yang tidak luas ini. ...

Rasa Nomer 38

Tadi pagi Mang Dadang datang ke rumah, menanyakan bagaimana kabar burung papa yang katanya akan dijual. Mang Dadang sangat sayang dengan burung, melebihi sayangnya pada istri dan anaknya. Mama bilang, papa tidak jadi menjual burungnya. Hmmm, Mang Dadang tampak sedih. Dulu burung milik papa itu adalah burung Mang Dadang. Ratna, anak Mang Dadang butuh uang untuk modal usaha, membeli bahan-bahan kue dan gerobak maka Mang Dadang dipaksa istrinya untuk menjual burung kesayangannya pada papa. Karena pasti papa akan membeli dengan harga mahal untuk seekor burung cantik macam itu, yang entah apa jenisnya. Warnanya cantik, suaranya juga merdu, ia mungil dan tampak menggemaskan dalam sangkarnya. Istri Mang Dadang tidak bekerja, sudah tak bisa. Dulu, istrinya bekerja sebagai tukang cuci dan setrika. Namun karena asam urat terlalu erat memeluknya, kakinya sudah nyaris tak bisa digerakkan lagi, linu katanya. Alhasil sehari-hari istri Mang Dadang hanya tidur di atas bayang * bambu yang sama sekal...

Rasa Nomer 37

Gak ada yang sepesial hari ini. Mungkin ada, namun lepas dari pengamatanku. Yajadi aku cerita yang biasa-biasa aja ya. Ini semacam sampah aja sih. Nggak penting-penting amat, tapi jadi penting kalo kamunya pinter ngedaur ulang. Hehe. Ehem, cerita tentang kehidupanku yang jungkir balik dan tentang brondong. Yang pertama, tentang kehidupan yang jungkir balik. Aku nggak tahu bagaimana awalnya dan apa sebabnya. Tiba-tiba saja semua rutinitasku jadi terbolak-balik. Mulai dari tidur, minum kopi, makan sampe maen-maen, dan yang paling mencengangkan adalah mandi. Kini aku terbiasa mandi jam 2 siang, selesai bermain dengan Sultan. Oiya, aku belum cerita tentang Sultan kan? nantilah kapan-kapan, hehe. Ternyata aku belum siap dengan kehidupan yang serba jungkir balik ini. Rasanya ada yang hilang, yang nggak lengkap tapi aku nggak tahu apa. Tapi kerasa kok. Yang kedua adalah tentang brondong. Ya, ada brondong yang gantheng. Rambutnya gondrong. Dan sepertinya sih macho. Aku gak begitu tertarik sih ...

Rasa Nomer 36

Gambar
(Gambar diambil dari sini ) Kemeja kotak-kotak itu sepertinya sudah tiga hari ini dipakainya. Setiap pukul 10 lebih 15 menit kira-kira, dia asyik sekali berdiri dan mengetuk-ngetuk balok kaca, kandang untuk beberapa ekor an a k kura-kura. Entah apa yang ia lakukan. Kutaksir usianya kurang lebih 22tahun, bersepatu dan becelana jeans tidak begitu rapi, ringkas gayanya. Pagi tadi, aku tertarik untuk memperhatikannya lebih lama. Masih seperti biasa, telunjuknya ia ketuk-ketukan di kandang kaca milik anak kura-kura. “Mau beli?” Tanyaku penasaran, Dia hanya menjawab de...

Rasa Nomer 35

Pagi, putus-asa hendak turut serta ... Postingan ini adalah semacam curcol, hee. Nanti akan ada chatingan cuuuuukup panjang antara aku dengan kawanku, tidak ada yang sifatnya pribadi kok. Jadi sah-sah saja bila dipublikasikan. Aku juga minta izin si-kawan kok. Nah, begini awalnya. Ketika sedang asyik mengetik, muncul panggilan (video-call skype) dari seorang kawan yang sedang berada di kampung halamannya, Tegal. Mungkin dia kangen denganku, atau sekedar ingin menyapa dan menanyakan kabar tentang skripsiku. Karena sebelumnya aku mengirim pesan pendek tentang putus asa. ...