Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2011

Rasa Nomer 65

Gambar
Selamat menyenin. Hari ini saya ingin menulis tentang pemberian. Karena terputarnya sebuah lagu (instrument) yang tiba-tiba dari winamp saya, maka dengan tiba-tiba pula saya jadi teringat akan hal ini. Sesuatu yang saya berikan kepada teman. Dan saya merasa menyesal, mungkin ia benar menyukainya, mungkin saja tidak. Tapi tetap saja menerimanya, karena itu pemberian, untuk alasan menghormati mungkin. Mungkin begitu. Hahh, semakin banyak kemungkinan akhir-akhir ini. Baiklah, begini. Saya memberinya sebuah dompet, dari kulit hewan. Entah hewan apa. Yang jelas bukan jerapah atau komodo. Dan saya tahu bahwa dia mencintai hewan, peduli dengan hewan, dan aktif di organisasi yang berhubungan dengan konservasi hewan. Walaupun dalam hal ini, sapi bukan termasuk hewan yang harus dikonservasi (iya kah? cmiiw). Saya tidak berpikir panjang ketika akan memberinya sebuah dompet kulit, waktu itu saya hanya berpikir, dompet itu bagus, simpel, dan saya harap berguna nantinya. Tapi setelah membelin...

Rasa Nomer 64

Gambar
(Gambar diambil dari sini ) Kangen rumah, rumah kangen aku?, “ Saat ini, orang dipaksa keluar dari rumah. Terpental-pental dari satu tempat ke tempat lain dengan cepat. Waktu menjadi denyut baru kehidupan. Ruang-ruang jadi kabur. Kita tidak lagi tinggal di dalamnya, karena terus bergerak. Sesungguhnya, kita telah lama jadi penghuni “waktu”, sementara rumah telah menjelma menjadi sekedar “ruang transit”. Rumah kehilangan batas definitifnya dan menjadi sangat elastik. Kita punya ruang duduk di kafe-kafe berinternet, tidur di jalan-jalan dalam perjalanan pulang dan perg...

Rasa Nomer 63

"Karena malam tak sepenuhnya tertembus, juga oleh kelelawar yang mabuk, taufan antah berantah dan rembulan yang gila, harapan jangan-jangan bermula dari sikap yang tak mengeluh pada batas" [Goenawan Mohamad] *tiba-tiba malam ini semuanya tumplek blek jadi satu di pikiran, dan bikin nggak bisa tidur.

Rasa Nomer 62

Gambar
(Gambar diambil dari sini ) Lain Kemo, lain pula Komo. Komo adalah bonekanya Kak Seto yang bikin macet (kata sebuah lagu anak-anak di tahun 1992). Entah kemana perginya si Komo, Ulil dan teman-temannya itu. Sungguh saya sangat rindu menghabiskan pagi dengan mereka. Mungkin sekarang Si Komo sudah sukses dan menjadi direktur utama sebuah perusahaan dengan gedung pencakar langit membelah ibu kota Indonesia. Jadilah sekarang Jakarta selalu macet, karena banyak Si Komo yang lewat dan menyambung hidup. Trus salah siapa?? Salah Si Komo? Salah Guwehh? Salah temen-temen Guweh?? Jawabannya kata Dosen penguji Skripsi saya, kemacetan adalah salah perencana. Entah siapa yang salah, tapi pengguna mobil di ibu kota juga semakin banyak. Padahal semakin banyak pula tetangganya yang tiba-tiba jatuh miskin, gembel dan banyak hutang. Sungguh dua hal bertentangan yang hidup nyaman berdampingan. Sebenarnya apa yang terjadi ini? Lhoh kok malah jadi nglantur. Baiklah, sudah ya. Maaf. Tadi mau bahas soal S...

Rasa Nomer 61

Gambar
Kata teman saya “kita kayaknya mesti di kemo, Ka.” Lalu saya tanya, kemo itu apa? Kemudian dia menjawab : kalo orang sakit kanker tuh semacam di radiasi biar ilang sel2 kankernya, emg pusing + muntah2 setelahnya, tp trus sembuh. Nah biar lenskephobia kita ilang malah kita musti dicekokin lenskep2an , enek2 deh tp abis itu terbiasa.. Cuma perumpamaan aja, ahaha. Begitulah katanya. Menarik, hehe. Kemo, mungkin yang dimaksud si teman saya itu adalah kemoterapi apa yak. Emmm. Setelah gugling, kemoterapi atau pemberian obat-obatan itu tujuan utamanya adalah untuk membunuh sel-sel kanker atau menghentikan pertumbuhan sel-sel kanker yang masih tertinggal sampai ke akar-akarnya, ke tempat yang tidak terjangkau oleh pisau bedah. Aku dan temanku, akan di kemo juga. Tapi ini untuk masalah lain. Lenskep. Masa’ iya dikemo kelenskepannya? Ehehe. Tadinya aku mikir yang di kemo itu ketakutan/ kecemasannya, bukan kelenskepannya. Hihi. Ya, kami adalah mahasiswa lulusan arsitektur lanskap yang mana m...

Rasa Nomer 60

Gambar
Halo akhir (R)okctober. dan Haloo November(ock)!! (ini ditulis 31 Oktober :p) Akhir-akhir ini rasanya beban hidup terasa semakin berat. Tsaaah, LEBAIY!! Tidak, tidak. Begini sebenarnya ceritanya. Saya sudah lulus belajar di tingkat S1. Kemudian itu membuat status saya tidak lain tidak bukan adalah pengangguran. Dan ini membuat saya tertekan sekaligus semangat. Saya harus menghasilkan banyak uang untuk Negara, bayar hutang Negara!! Hahaha. Terdengar appeu sekali (appeu adalah semacam "mbelll", demikian). Tidak, saya harus dapat banyak uang untuk ibu dan adik saya....

Rasa Nomer 59

Gambar
Ia akan menikah dengan wanita lain, dan aku bilang “ Ya. Aku tak apa-apa.” Namun, setelah itu aku menangis semalaman hingga pagi. Dengan tubuh bergetar dan dada yang sesaknya minta ampun. Keesokan harinya, segala hal masih berjalan seperti biasa. Aku menyelesaikan tugasku, menghabiskan waktu dua kali enampuluh menitku untuk mengisi ruang siar dengan suaraku, memutarkan lagu-lagu yang paling hits di minggu ini. Usai itu, aku masih tetap menyempatkan ngopi di beranda kantorku. Ini upayaku untuk meyakinkan bahwa masih ada yang manis di antara pahit kopi. Terkecuali dengan kopi yang tanpa gula, maka ia akan pahit. Begitu juga dengan hidup, pastikan hidupmu tak sepahit kopi yang tanpa gula. Masih ada gula kan? Dari kenangan-kenangan sebelumnya. Atau sebelumnya. Atau sebelumnya lagi. Atau kenangan lainlah yang menyisakan manis. Ayo ingat-ingat, setiap orang pasti punya. Aku menghela nafas, sekali. Entah untuk apa. Ngopi, sambil sesekali melihat ke garasi, meneliti mobil si bos. Memastikan a...