Rasa Nomer 64

(Gambar diambil dari sini)
Kangen rumah, rumah kangen aku?,
Saat ini, orang dipaksa keluar dari rumah. Terpental-pental dari satu tempat ke tempat lain dengan cepat. Waktu menjadi denyut baru kehidupan. Ruang-ruang jadi kabur. Kita tidak lagi tinggal di dalamnya, karena terus bergerak. Sesungguhnya, kita telah lama jadi penghuni “waktu”, sementara rumah telah menjelma menjadi sekedar “ruang transit”. Rumah kehilangan batas definitifnya dan menjadi sangat elastik. Kita punya ruang duduk di kafe-kafe berinternet, tidur di jalan-jalan dalam perjalanan pulang dan pergi ke kantor, menerima tamu di lobi-lobi hotel berbintang, makan malam di restoran-restoran yang berganti setiap kali.” (Avianti Armand dalam Arsitektur Yang Lain, 2011)
Yang jelas kalau buat saya, rumah itu sumber kenangan yang tak pernah habis. Sebenarnya kenangan bisa didapat dimana saja sih, dari tempat-tempat yang pernah kita singgahi. Tapi mungkin rumah menjadi muaranya kali ya, tempat berakhirnya segala kenang dikumpulkan. Tiap orang berbeda, kadang rumah menjadi ruang yang menyenangkan dengan berbagai kenang yang tersimpan. Namun kadang juga sebaliknya.

Rumah dan waktu. Ketika rumah diartikan sebagai tempat tinggal, maka ia tidak lepas dari waktu. Karena waktu memenuhi ruang (tempat yang ditinggali) entah hanya untuk mampir atau menetap lama.

Kalau begitu, waktu juga punya rumah?

Waktu menjadi penghuni ruang.

Iya, waktu menjadi penghuni ruang. Namun apakah waktu punya rumah?

Rumah, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah (1) bangunan untuk tempat tinggal ; (2) bangunan pada umumnya (seperti gedung). Jadi bagaimana? Bangunan pada umumnya kan bisa saja mall, atau stasiun bukan? Terminal? Warung? Hehe. Karena banyak juga sekarang yang menjadikan stasiun atau terminal sebagai tempat tinggal. Lalu trotoar atau lahan kosong di depan ruko-ruko, itu juga rumah dalam artian tempat tinggal. Kardus juga bisa menjadi rumah.

Ketika menulis ini, saya berhenti beberapa menit pada paragraf sebelum ini. Setelah titik. Saya mengingat-ingat, ada berapa banyak spot seperti itu yang pernah saya lihat di ibu kota. Dan ternyata saya tidak ingat ada berapa, banyak. Yang seperti itu. Yang menjadikan kardus sebagai rumah mereka. Bukan kardus, melainkan susunan kardus. Mereka menyusunnya untuk memunculkan harapan, menerobos batas mereka. Menciptakan ruang gerak. Keluar dari batas, kepapaan. Walaupun tak sepenuhnya berhasil. Namun saya melihat ada yang coba mereka lawan di situ.

Malam ini saya kangen rumah, rumah saya di desa. Rumah orang tua saya sebenarnya. Di Sumuragung. Kecil sih, tapi ia banyak memberi. Ada banyak hal yang bisa diingat-ingat dan dibawa kemana saja lalu membuat saya senyum-senyum sendiri atau nangis-nangis sendiri. Ada banyak hal yang tersimpan di sini (meletakkan kedua telapak tangan yang saling tindih, di antara leher dan dada). Kangen ibuk, kangen adik, kangen oom us, kangen oom is, kangen atung dan uti, kangen lek lung, Oom mang, Lek dan Oom lainnya, kangen adik-adik yang banyak. Hehe. Mellow sekali yah.

Banyak hal yang membuat saya kangen. Banyak jalan pula yang memicu kangen, misalnya malam ini, saya kangen karena tidak sengaja terputarlah itu lagu Lolita – Alay. Lagu ini biasanya diputar Oom Us buat ngecengin adik saya (anaknya Oom Us) yang namanya Kiky. Lalu serta merta setting teras rumah, kursi panjang, egrang, dan ramai adik-adikku terputar di ingatan, seperti me-replay potongan adegan dalam sebuah film. Hehehe.

Tanggal 6 November, besok besoknya lagi besoknya lagi besoknya lagi, Idul Adha, tapi saya tidak bisa pulang, hee. Karena tiket sudah habis sampai tanggal 09 November 2011 (tiket kereta ekonomi. Nggak perlu tanya kenapa saya naik ekonomi, suka-suka saya dong. *nyolot :p) dan sepertinya memang lebih baik saya di sini dulu karena masih ada yang harus diselesaikan (dari kemarin kok harus ada yang diselesaikan teros -_-). Yah begitulah, nggak ada yang selesai. Emmm. Tapi saya pengen pulang sebenarnya, soalnya saya rindu becanda barengan gitu. Heu. Pengen pulang banget, gitu. Yaudah, nggak papa, sabar ya ikkk. xp

Kalau apa yang bikin saya kangen itu ditulis dalam kalimat-kalimat. Saya takut kalo kebanyakan yang saya tulis. Dan itu jadi meaningless malahan. Ehehe. Jadi yaa, saya lagi kangen aja sama rumah dan segala isinya, hihi. Rumah dan segala alasan yang membuat saya selalu kangen untuk pulang. Sekian. Hehe.


.. curhat gitu di kamar kosan, malam-malam 02 November 2011

Komentar

  1. lihat foto rumahmu langsung teringat film dulu, keluarga cemara.. :)

    BalasHapus
  2. ihik ihik, ini bukan rumahku.. tapi sejenis lahh.. ini nyomot dari google :p

    BalasHapus
  3. jadi pengen tinggal di desa...bosen dikota truss...

    BalasHapus
  4. aku lagi brosing bentuk rumah gaya pedesaan, berteras panjang dan lebar, teduh bersahaja dan ramah tidak mewah,,,,,,,,TIDAK BERGAYA MINIMALIS ,,,,bagi temen2 yg punya referensi boleh dong berbagi, tengkyu mbak yu dan mase,,,

    BalasHapus
    Balasan
    1. langsung aja ke daerah pedesaan, mas/mba.. dipoto, setelah itu eksplor saja sendiri (=

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proyek Teng-Tong Family!

What is The Most Important Question Human Being Must Answer

MUTEB.