Rasa Nomer 61

Kata teman saya “kita kayaknya mesti di kemo, Ka.” Lalu saya tanya, kemo itu apa? Kemudian dia menjawab : kalo orang sakit kanker tuh semacam di radiasi biar ilang sel2 kankernya, emg pusing + muntah2 setelahnya, tp trus sembuh. Nah biar lenskephobia kita ilang malah kita musti dicekokin lenskep2an , enek2 deh tp abis itu terbiasa.. Cuma perumpamaan aja, ahaha. Begitulah katanya.

Menarik, hehe. Kemo, mungkin yang dimaksud si teman saya itu adalah kemoterapi apa yak. Emmm. Setelah gugling, kemoterapi atau pemberian obat-obatan itu tujuan utamanya adalah untuk membunuh sel-sel kanker atau menghentikan pertumbuhan sel-sel kanker yang masih tertinggal sampai ke akar-akarnya, ke tempat yang tidak terjangkau oleh pisau bedah. Aku dan temanku, akan di kemo juga. Tapi ini untuk masalah lain. Lenskep. Masa’ iya dikemo kelenskepannya? Ehehe. Tadinya aku mikir yang di kemo itu ketakutan/ kecemasannya, bukan kelenskepannya. Hihi.

Ya, kami adalah mahasiswa lulusan arsitektur lanskap yang mana memiliki ketakutan terhadap lenskep itu sendiri. Sehingga kami menyebutnya, lenskephobia. Atas dasar itu kami harus di kemo. Caranya? Dengan mencekoki kami ilmu-ilmu lenskep dan hal-hal yang berkaitan dengan lenskep itu sendiri sampai kami mabok dan akhirnya tidak takut lagi. Kemoterapi di sini adalah upaya pemberian obat-obatan serupa lenskep2an, ehehe. Begitulah. Karena konon, ketakutan itu hanya bisa dilawan dengan hal yang membuat yang bersangkutan itu takut.

Tadinya sih saya berpikir untuk meng-kemo rasa takut atau cemas yang ada. Seperti sel-sel yang jahat yang akan terbunuh atau terhambat perkembangannya dengan upaya kemo ini. Tapi ternyata, jangan. Rasa cemas atau takut itu jangan di-kemo, karena bagaimana pun juga kadang kita membutuhkannya. Jadi cara yang terbaik adalah melawannya dengan lenskep itu sendiri. Bukan meng-kemo ketakutan atau kecemasannya.

Sebuah ketakutan akan hilang ketika kita menghadapinya. Sedikit demi sedikit. Sebab nanti akan terbiasa. Seperti takut hantu atau takut ketinggian. Ketika kita dipaksa dengan intens menhadapi hal-hal tersebut. Mau tidak mau kita juga akan berani dengan sendirinya. Hehehe. Mungkin begitu sih. Cara ini bisa berhasil, bisa juga gagal. Karena keberhasilan dan kegagalan itu tergantung masing-masing individu, tho?

Cara apapun bisa dicoba untuk melawan dan memijaki bumi untuk bisa tetap hidup, bertahan hidup. Survive, bahasa londo-nya. Masing-masing makhluk Tuhan punya cara. Mungkin kita gentar, mungkin kita takut suatu ketika, namun percayalah bahwa kemuliaan selalu datang pada orang yang tepat. Apakah kita termasuk orang yang tepat? Yakinlah bahwa jawabannya, IYA.YES!! YES!! YES!! SUpeeeerrr!! *Apacobaaaak?!! Dan terciumlah Teguhisme di sini.hihi.

Baiklah, Sampai Jumpa!! *melambaikan tangan* Menulis di Bogor, yang selalu hujan sorenya.

(knapa saya memasukkan gambar ini? karena pas gugling dengan kata kunci : LANSKAP, inilah yang saya dapat sebagai gambar ke-4. ini adalah teman saya namanya Jibril. tadinya mau cari sesuatu yang lanskap lalu di-retouch agar sesuai tema "lenskephobia" tapi malah nemu poto ini, jadi ngikik. hihihi.)


Oya, lagi. Setelah gugling, aku menemukan fakta lain tentang kemo yang bukan kemoterapi. Kemo, adalah sebuah dusun di desa Rendo Raterua, Pulau Endi, Ende di mana ditemukan reruntuhan sebuah benteng Portugis yang dibangun di abad ke-16. Saya sebenarnya nggak tahu itu letaknya dimana, tapi ini ada gambarnya. Hehehe. Baiklah, sekian.

(Gambar : Reruntuhan benteng Portugis di Kemo di sekitar tahun 1915, diambil dari sini)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proyek Teng-Tong Family!

What is The Most Important Question Human Being Must Answer

MUTEB.