Rasa Nomer 65

Selamat menyenin. Hari ini saya ingin menulis tentang pemberian. Karena terputarnya sebuah lagu (instrument) yang tiba-tiba dari winamp saya, maka dengan tiba-tiba pula saya jadi teringat akan hal ini. Sesuatu yang saya berikan kepada teman. Dan saya merasa menyesal, mungkin ia benar menyukainya, mungkin saja tidak. Tapi tetap saja menerimanya, karena itu pemberian, untuk alasan menghormati mungkin. Mungkin begitu. Hahh, semakin banyak kemungkinan akhir-akhir ini.

Baiklah, begini. Saya memberinya sebuah dompet, dari kulit hewan. Entah hewan apa. Yang jelas bukan jerapah atau komodo. Dan saya tahu bahwa dia mencintai hewan, peduli dengan hewan, dan aktif di organisasi yang berhubungan dengan konservasi hewan. Walaupun dalam hal ini, sapi bukan termasuk hewan yang harus dikonservasi (iya kah? cmiiw). Saya tidak berpikir panjang ketika akan memberinya sebuah dompet kulit, waktu itu saya hanya berpikir, dompet itu bagus, simpel, dan saya harap berguna nantinya. Tapi setelah membelinya, saya sangat pikir-pikir juga. Tapi ya sudah kepalang tanggung, jadi tetap saya berikan saja. Daripada tidak. Emmm.

Kenapa tidak memberi buku saja? Itu sudah saya pikirkan sebelumnya. Tapi, saya pikir lagi, saya tidak begitu tahu apa buku yang sedang ia suka, selain itu saya takut kalau-kalau buku yang saya belikan itu ternyata sudah ia punya. Karena ia senang sekali membeli buku, dan membacanya.

Kenapa tidak jam tangan, baju, atau topi? Saya juga tak cukup tahu seleranya. Dan tak yakin yang diberi akan mau memakai pilihan saya.

Kenapa tidak boneka? Ya, saya rasa itu lucu dan menggemaskan sih. Sempat terpikir mau mencarikan boneka ulil, teman si komo. Tapi tidak jadi, itu akan terlihat konyol -_-

Kenapa tidak yang lain saja? Kalau saya tahu apa macam pemberian lainnya, maka akan saya pilih salah satunya. Tapi ini masalahnya saya nggak tahu harus memberi apa. Saya bingung, nggak ngerti dan nggak tahu. Banyak hal yang membingungkan di dunia ini. *harahhh, lebaiy!

Kemarin, idul adha, adalah hari yang menyesakkan bagi kaum vegan dan aktivis welfare animal. Karena dihari itu terjadi ritual mengorbankan hewan untuk diberikan kepada mereka yang “teramat membutuhkan”.

Semestinya memang harus ada yang dimaknai lebih terhadap ritual pengorbanan tersebut. Yaa, ada nilai lebih dibanding hanya membeli hewan kurban, memotongnya, lalu membagikannya, atau lalu menyatenya beramai-ramai. Sah-sah saja sih jika hanya memaknai begitu saja. Tapi sayang aja loh, sayang jika pengorbanan hewan-hewan unyu itu hanya dimaknai sampai seucrit gitu aja.

Kalau kata Goenawan di twitnya pagi itu : “kita tak perlu berhenti makan. Tapi rasanya lebih baik jika tiap mengkonsumsi sesuatu, kita ingat ada yang dikorbankan dan yang berkorban.”

Dalam agama saya, tentu saja ritual ini bukan tanpa maksud. Ada pelajaran tentang bagaimana berkorban dan merelakan milik kita untuk orang lain. Merelakan apa yang kita cintai. Atau bahkan merelakan dirinya untuk makhluk lain. Ya, diri sapi, diri kambing, diri onta, dan diri masyarakat Sidoarjo yang korban lapindo itu (ngga nyambung, biarin). Saya yakin, sapi dan kambing itu juga belajar tentang bagaimana merelakan dirinya yang ternyata terpilih menjadi hewan korban, menghitung satu-satu keberanian yang mereka punya ketika tahu bahwa ajal hanya tinggal hitungan dalam nomer urut. Mau tak mau mereka harus berani sekaligus pasrah. Karena mereka pun yakin, dalam pengorbanan mereka ada “kehidupan” baru lagi yang akan tumbuh.

Nah balik lagi. Saya tak tahu, teman saya itu benar suka atau hanya membuat saya senang saja. Dan saya juga tak tahu pemberian saya itu menjadi berguna atau tidak. Mulai dari detik saya merencanakan pemberian itu, saya baru benar-benar sadar sedalam-dalamnya ya sekarang ini kalau pemberian saya itu ternyata mengorbankan nyawa makhluk lain. Mengantarkan ia pada sakit dan kematian.

Maafkan saya sapi, maafkan saya kambing, dan maafkan saya hewan-hewan lainnya yang sudah jadi korban. Tiap-tiap yang bernyawa pasti akan mati. Dan setiap yang mati pasti ingin meninggalkan sesuatu yang berharga untuk makhluk lainnya, semoga kau pun. Semoga pemberianku (yang membuatmu menjadi korban) itu juga berharga dan berguna. Jadi kematianmu tidak sia-sia. Semoga sapi atau hewan apapun itu yang dijadikan dompet itu bisa seberguna hewan-hewan kurban kemarin, yakalo gak sama ya setingkat di bawahnya lah yaa. Amin. Selamat idul adha (walaupun telat).


Gambar kambing gaul ini diambil dari sini
Gambar sapi unyu ini diambil dari sini

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proyek Teng-Tong Family!

What is The Most Important Question Human Being Must Answer

MUTEB.