Rasa Nomor 87
Balada membaca catatan-catatan lama...
Entah kenapa saya ngerasa akhir-akhir ini tulisan saya agak-agak serius
dan tidak menyenangkan. Ya walaupun dari dulu juga serius dan tidak
menyenangkan plus membosankan sih. Hihiiihi. Tapi begini, dulu saya suka
menulis tentang hujan, tentang cinta tentang gerimis tentang air atau apa yang
saya lihat dari jendela, kemudian memaknainya. Mencoba menghubung-hubungkannya.
Menggothak-gathukkan satu sama lain. Ya begitulah. Lucu rasanya
mengingat-ingat itu.
Apakah mungkin karena usia? Tapi saya masih muda ah, 24. Entahlah.
Saya, lupa sih bagaimana mencintai. Terakhir, saya sering sekali menyimpan rindu dalam toples, lemari, atau saya selipkan di buku yang sedang saya baca. Rindu itu untuk cinta. Karena cinta itu membawa rindu, tapi saya jadi bertanya-tanya, mungkinkah kita rindu tanpa rasa cinta sebelumnya. Saya pikir tidak. Karena tidak mungkin saya rindu dengan Ujang ketika saya tak pernah sekalipun bertemu dan berkomunikasi, memantikkan sedikit emosi dengan Ujang. Jangan pikirkan ini cinta yang sempit ya. Ini cinta yang luas, seluas udara. (pernyataan terakhir itu terbaca agak janggal. biarkan wes.)
Sampai sekarang, saya baru sadar. Rindu-rindu itu hilang, entah ke mana. Tapi rindu, bukankah memang tak punya tenggat waktu. Ia datang tanpa dinyana dan diduga. Kadang juga pergi, berjarak dengan siapa saja. Dan sekarang, saya sedang merasa begitu. Lalu bertanya-tanya kenapa tanpa harus dijawab sebenarnya. Sekarang saya tidak sedang rindu dengan lelaki yang saya rindui dulu.
Saya juga sudah lupa bagaimana rasanya rindu.Sekalinya rindu datang, saya tidak pernah lagi menyimpannya. Saya biarkan rindu datang, sebentar, basa-basi lalu saya biarkan menguap begitu saja. Mungkin begitu lebih baik kali yaa.
akupun terkadang rindu pada perempuan yang sempat juga merinduiku ka. haha.. yap, mungkin seperti itu. 'biarkan menguap begitu saja', anggap saja dia angin lalu :)
BalasHapuscie pram cie..
Hapus