Rasa Nomer 47

Naik... naik.. ke puncak gunuuuung.. tinggiii.. tingiii sekaliiii...

Apakah puncak itu? Bagian tertinggi dari gunung. Benarkah?? Apakah ada yang lebih tinggi dari puncak gunung? Yaaaaa!!! Ada yang lebih tinggi dari itu ternyata (=

(Gambar gunung kapur | captured by me)

Puncak yang menjadi tujuan kami kali ini adalah puncak gunung kapur di Ciampea, dekat kampus kami, IPB. Tidak begitu tinggi sih, bahkan tidak tinggi. Tapi ya cukup lah jika untuk me-rileks-kan pikiran yang katanya penat. Puncak kapur dapat kami rengkuh dalam 60 menit saja. Bahkan ada yang bisa lebih cepat dari kami, yakni 30 menit. Nyemm. Namun diantara menit-menit yang sedikit itu, kami seperti mendapat banyak pelajaran yang tidak dapat di-sks-kan. Hehe.

Kegiatan ini berawal dari semacam poster ajakan yang diunggah oleh seorang kawan di situs jejaring sosial, facebook. Dalam poster itu, ditandailah beberapa orang yang kemudian terlibat aktif dalam komen-komennya. Yang mencolok dari poster ajakan tersebut adalah tulisan 354 mdpl yang lebih besar dan lebih tebal dari tulisan lain. Apa yang kamu pikirkan? Ketinggian? Ah, coba jangan cuma memikirkan tentang ketinggian. Hmm. Atau kau sudah terlanjur memikirkan tentang ketinggian 354 meter di atas permukaan laut? ya kalau sudah terpikirkan, tak apa sih.

Baiklah, apa coba?? 354 mdpl?

Eng, baiklah, begini.. kalau ada yang kurang nyaman dengan sekelompok orang yang sulit membedakan bagaimana menggunakan angka dan huruf ketika menulis, kemudian menggunakan singkatan yang tidak sewajarnya, atau berkreasi dengan huruf kapital-non kapital. Maka untuk kali ini, berterimakasihlah kepada mereka. Karena dengan mengaplikasikan teori mereka itulah 354 mdpl ini menjadi dalam, ehehe.

Kali ini kita harus bersama-sama angkat gelas dan bersulang untuk mereka (yak, lebaiy!). Kehebatan mereka menulis sebuah kata menggunakan angka membuat pencapaian kali ini menjadi sakral. Tulisan 354 dalam poster tersebut bisa berarti ESA loh : 3 untuk E ; 5 untuk S ; dan 4 untuk A. Yee yeee la-la-la-la!!

Bukan hanya puncak gunung kapur yang menjadi tujuan utama , namun pencapaian kata ESA adalah pencapaian yang lebih tinggi sebenarnya. ESA mengacu pada Tuhan. Inilah waktunya kita mengindra Tuhan, mengindra semesta adalah bentuk kita mengindra Tuhan. Merasakan dan mengimani keberadaan Tuhan. Dalam diri kita, dalam semesta. Jika ada yang bilang bahwa Tuhan itu tak bisa diindra, kalau aku berpikir lain malah. Tuhan itu ada karena kita mengindra, kita diberi indra oleh Tuhan untuk merasa apa saja. Mengindra ciptaan-Nya. Tuhan ada bagi kaum yan berfikir. Eng, mungkin maksudnya yang tidak bisa diindra itu wujud Tuhan kali ya, wallahualam. Aku juga tak mengerti. Dan karena iman bukan sebatas ritual agama yang menjanjikan surga, maka tajamlah segala indra untuk mengimani Tuhan lewat apa saja.

Dari proses berfikir itulah, kami memutuskan untuk mencapai yang Esa itu pada tanggal 16 April 2011. Niat pencapaian 354 mdpl bagi masing-masing orang sesungguhnya beragam. Aku tak begitu tahu satu per satu niat mereka secara khusus. Yang aku tahu dalam poster dituliskan, kami akan menikmati night scape dan sun-rise Gunung Kapur, begitu kira-kira.

Perjalanan diawali dengan janjian berkumpul di atm center pada pukul 19.00. Tapi apa daya karena itu waktu Indonesia bagian suka-suka, jadilah kami berangkat pada pukul 20.20. Untuk mencapai gunung kapur, kami harus menaiki angkutan umum menuju ciampea. Siapkan saja uang Rp 4000 (untuk pulang-pergi). Dari kampus ke ciampea membutuhkan waktu kurang lebih 20 menit. Kami turun di pertigaan Ciampea, kemudian berjalan memasuki perkampungan yang lambat laun mendekati area gunung kapur. Pukul 21.50 kami mulai mendaki gunung kapur.

Di sebelah kanan kita adalah jurang yang terbentang hebat dengan beberepa semak liar berduri yang tumbuh dengan riang dan subur. Keberadaan jurang di sebelah kanan membuatku berpikir simpel dan acak, tidak selamanya yang berada di kanan itu menyenangkan kadang yang di kiri itu bisa jadi malah yang menyelamatkanmu. Seperti lilitan akar dan beberapa ranting kuat yang terletak di sebelah kiri jalan kami berjalan. Ah, jangan terlalu dipikirkan ini hanya pikiran acak saja. Bahwa sebenarnya kanan dan kiri itu bukan masalah baik dan buruk, mereka hanya berbeda posisi dan punya tugas sendiri-sendiri. Em, bisa jadi malah saling melengkapi. Seperti jurang dan akar liar di kanan-kiri kami. Hehe.

Di tengah kelelahan kami mencapai puncak, ada saja yang bertanya,

“Masih jauh nggak ini Bang?” Dan yang lain menjawab,

“Tinggal dikit lagi kok ini..”

Satu hal, aku merasa ada yang manarik kami jauh menuju puncak. Selalu ada tangan-tangan yang membantu kami untuk menepis lelah dan menguatkan bahwa puncak sebentar lagi akan dicapai. Tangan siapa? Tangan Agus, huss!! Bukan!! Ehee. Entah, tangan siapa sajaa =D

Dan akhirnya, sampailah di puncak gunung kapur pada pukul 22.50, pas sekali bukan satu jamnya. Ehehee. Sampai di atas, kami minum-bangun tenda-dudukduduk-makan dan ngopi-leyehleyeh-curhat-dan tentu saja menikmati malammmm. Ada bulan yang berjalan dan tiba-tiba menghilang. Malam itu kami lihat bulan terbenam. Amaze.. amaze.. amazzziiiiing.. *o*

Kami yang mendaki sebenarnya ingin melihat sun-rise dan pemandangan ipb dari puncak kapur (yang nggak tinggi2 amat). Namun sayang, kami tak mendapatkan matahari terbit. Mungkin karna kami telah melihat bulan yang terbenam (kami melihat bulan tenggelam lho. Perlahan, indah dan menyenangkan, hihi. Belum pernah pasti? ;p) maka pagi itu setelah menunggu sampai kira-kira pukul tujuh, matahari tak jua muncul. Mungkin masih malas usai begadang di belahan bumi yang lain :| yasudahhh, kami makan saja dan memutuskan untuk turun, kembali ke kampus (=

Dan, selesailah perjalanan kami. Kami pulang. Foto-foto dulu, dan menuruni gunung kapur. Inilah kisah cinta satu malam kami dengan Gunung Kapur, sampai di kaki Gunung Kapur, ada yang menyentuh bahuku. Anak buah semak, ternyata ia mengantar kami pulang, menitip salam sampai jumpa untuk kawan-kawanku yang sudah jauh berjalan di depan. Ia meminta kami untuk datang lagi. Dan katanya, jangan lupa berterimakasih pada Tuhan untuk segala yang ada di alam yaaa. Hihi. Sampai jumpa lagi kapuuuurrr.. sampai jumpa anak buahhh =9

Oh tunggu, aku baru sadar. Mungkin bukan karena malas si matahari tak muncul di pagi itu, bisa jadi ia malu karena ada kami di puncak Gunung Kapur. Kami muncul terlebih dahulu sebelum matahari melihat kami. Mungkin matahari pikir, sudah ada 9 matahari yang akan menggantikannya berbagi energi :p

Menjadi matahari tak selalu harus sebagai sumber energi bagi semesta. Menjadi matahari untuk diri sendiri juga bisa bukan? Mari menjadi sumber energi, minimal untuk diri sendiri. Eh. Ditunggu matahari tuh di puncak gunung gede ^^


*)Parahnya ini tulisan dari bulan apa gituuuu, tapi baru diposting sekarang. Hekk. Dan yunowat, perjalanan ke Gede pun sudah terlaksana, namun aku tak ikut. Huhh.

Komentar

  1. whoa kak ika aku belum kesampean pengen naik gunung di bogor.itu acra himaskap ya?

    BalasHapus
  2. eng, dibilang acara himaskap ya bukan, dibilang bukan tapi himaskap.. ehehe.. ;p bebas lah kita mahh.. mari naik gunung =D=D=D=9

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proyek Teng-Tong Family!

What is The Most Important Question Human Being Must Answer

MUTEB.