Rasa Nomer 41

Namaku Delonix regia. Aku senang memakai rok bunga-bunga, mengetuk-ngetukkan sepatu adalah irama harian yang tak bisa kutinggalkan. Sambil mematut-matut diri di depan kaca, kusapu wajahku dengan bedak bayi pemberian mama. Mama bilang, jangan pakai make-up macam-macam, nanti jerawatan.
Namaku diambil dari nama sebuah pohon di depan rumah kami. Kata mama, Delonix regia itu berbunga ketika pancaroba, bunganya merah cemerlang. Banyak dinanti orang. Mama berharap aku bisa seperti mereka, cemerlang dan dinanti siapa saja. Walau tak banyak kata yang dapat kulafal, mama tetap percaya aku punya banyak cara untuk bicara. Mama selalu dapat menjelaskan setiap hal yang tak kumengerti sehingga aku bisa paham dengan seluruh. Kata mama, aku sama sekali tidak berbeda, karena Tuhan menciptakan manusia sama, walau kadang tampak berbeda. Kalaupun aku tak punya banyak kata, itu karena aku bisa bicara dengan cara yang lebih istimewa :)
Pernah suatu hari mama berkeinginan agar aku belajar di sebuah Sekolah Negeri. Sesampainya di sana, kudengar dari balik dinding mama berbicara dengan seorang lelaki yang memiliki suara seperti penyiar berita. Lelaki itu menyarankan, sebaiknya Mama membawaku ke sekolah Luar Biasa. Apakah karena aku istimewa? Aku tak begitu mengerti.
Setelah hari itu, ada seorang wanita yang selalu datang setiap pagi untuk mengajarkanku menyebut nama benda-benda. Ia memintaku memanggilnya ibu guru. Namun hanya 18 hari aku lantang memanggilnya ib-u gur-u, karena setelah itu kami tak pernah bisa lagi menyebut nama-nama bersama.
***
Malam ini aku mencium mama, dan kuberikan syal hasil rajutan selama empat hari di sepertiga malam2ku, polanya kucontoh dari buku merajut milik nenek. Bunga Flamboyan, delonix regia. Aku ingin mama mengingatku selamanya sebagai Delonix regianya, bunganya yang cemerlang dengan warna merah menyala. Kuletakkan syal di atas kasur tempat mama berbaring.
Paginya, mama mengunjungiku. Menaburkan bunga di atas pusaraku.
“Terimakasih Gia, semoga setelah ini kau tenang di sisi-Nya. Syal dan surat-suratmumu sudah kubaca, jangan nakal ya di sana. Tak perlu kau berkirim macam-macam untuk mama Nak, mama tau Gia sayang mama, selamanya.”
Butiran bening serupa gerimis tak henti mengalir dari ekor matanya.
Baik mama. Ini pemberianku yang terakhir, kuharap syal itu tak kalah hangat dengan pelukanku. Setelah memberikan syal itu, aku tak lagi mengunjungi mama. Sudah ada Delonix regia yang menemaninya, menghangatkannya, merangkul lehernya. Dan aku percaya, delonixku bisa diandalkan untuk menghapus air mata mama :)
Mama telah melakukan tugasnya dengan sangat baik, ia melakukan semuanya sendiri. Aku tak pernah tahu kemana ayah. Mama hanya bilang kalau ayah sedang pergi tamasya. Dan kata mama, tamasya adalah sebuah perjalanan jauh yang tak kembali. Kini aku pun, sedang tamasya.

*Selesai nonton "Forest Gump". Di tengah2 analisis runoff. Satu hektare adalah masih 10000 meter persegi ;p Sebenernya sudah pernah di-post di fesbuk, tapi pengen aja posting di sini.*
Gambar Delonix regia diambil dari sini

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proyek Teng-Tong Family!

What is The Most Important Question Human Being Must Answer

MUTEB.