Rasa Nomer 50
Siang ini aku menunggu pesan pendek darimu. Balasan dari apa yang aku kirim pagi tadi. Mungkin kau sedang sibuk, mungkin juga pesanku tidak masuk, namun aku tetap menunggu. Karena kebiasaanmu adalah selalu membalas pesan pendek, dari siapapun.
Hingga sore, dan hingga malam jatuh di ujung dahiku. Tak ada jua pesan pendek darimu. Aku tak mau berpikir macam-macam, kuanggap kau lupa. Wajar, manusia. Namun janjiku dalam hati sudah terlanjur terpatri. Bahwa aku mengetuk hanya sekali, jika kau tak menjawab. Maka aku akan pergi, mungkin tak ada orang di rumahmu, atau kau sedang tak mau disinggahi. Maka kuputuskan untuk tidak bertamu lagi.
Jujur. Hingga kini aku menunggu, menunggumu untuk mengetuk pintuku. Namun kau terlalu sibuk dengan waktu dan tamu, atau mungkin pula gengsi. Dan kita sama-sama habis ditelan gengsi. Andai saja salah satu dari kita ada yang mau mengalah dengan diri sendiri, melawan gengsi. Namun ternyata tidak. Aku pun tak mau, aku sudah mengetuk. Kini giliranmu, dan aku hanya menunggu. Jika tidak yaaaa, tak apa. sudah ada jalan yang digariskan. Semoga selalu ada juga cahaya penerang jalan.
Aku hanya bisa menduga dan berprasangka. Tanpa pernah mengerti akan bagaimana nantinya. Harapan memang harus selalu ada untuk membuat hidup tetap remaja. Namun kadang aku harus membunuhnya, kadang aku harus kejam terhadap diriku sendiri.
Hingga sore, dan hingga malam jatuh di ujung dahiku. Tak ada jua pesan pendek darimu. Aku tak mau berpikir macam-macam, kuanggap kau lupa. Wajar, manusia. Namun janjiku dalam hati sudah terlanjur terpatri. Bahwa aku mengetuk hanya sekali, jika kau tak menjawab. Maka aku akan pergi, mungkin tak ada orang di rumahmu, atau kau sedang tak mau disinggahi. Maka kuputuskan untuk tidak bertamu lagi.
Jujur. Hingga kini aku menunggu, menunggumu untuk mengetuk pintuku. Namun kau terlalu sibuk dengan waktu dan tamu, atau mungkin pula gengsi. Dan kita sama-sama habis ditelan gengsi. Andai saja salah satu dari kita ada yang mau mengalah dengan diri sendiri, melawan gengsi. Namun ternyata tidak. Aku pun tak mau, aku sudah mengetuk. Kini giliranmu, dan aku hanya menunggu. Jika tidak yaaaa, tak apa. sudah ada jalan yang digariskan. Semoga selalu ada juga cahaya penerang jalan.
Aku hanya bisa menduga dan berprasangka. Tanpa pernah mengerti akan bagaimana nantinya. Harapan memang harus selalu ada untuk membuat hidup tetap remaja. Namun kadang aku harus membunuhnya, kadang aku harus kejam terhadap diriku sendiri.
(Gambar : captured and retouched by me)
*Sudahhh aaahhh. Sekian dan terimakasih. Hihihi.
Komentar
Posting Komentar